Jumat, 30 April 2010

Lama Gak Ngblog


Selasa, 20 April 2010

7 Bulan Pasca Gempa, PERKULIHAN di UMSB MASIH MEMPRIHATINKAN


Charles,Artik : Proses perkuliahan di UMSB hingga sekarang sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan gedung I dan II perkulihan yang berlantai tiga mengalami rusak berat akibat guncangan gempa yang meluluh lantakkan kota Padang dan Pariaman pada 30 September tahun lalu. Proses perkuliahan dialihkan ke lokal-lokal darurat yang sudah dibuat tiga hari pasca gempa. mengingat keterbatasan lokal darurat yang hanya berjumlah 7 ruangan, terkadang mahasiswa harus mengadakan perkuliahan di dalam masjid kampus dalam bentuk halaqoh. Selain keterbatasan ruangan, jumlah mahasiswa yang terdiri dari tiga fakultas itu juga mempengaruhi keterbatasan ruangan, ditambah lagi mahasiswa program pasca sarjana yang menggunakan gedung I, sehingga tiada lagi ruangan yang tersisa. Akhirnya ketidak nyamananpun terjadi saat proses perkuliahan berjalan di lokal darurat tersebut, hal ini dirasakan oleh semua mahasiswa. Tak terkecuali darmanto, salah satu mahasiswa semester II asal Batu Sangkar itu. Dia mengatakan perkulihan seperti ini jika dilihat dari segi positifnya, dimanapun kita kuliah gak masalah, yang pentingkan ilmunya, ujar mahasiswa yang berkaca mata itu. Namun disisi lain ada juga timbul rasa tidak nyaman dalam belajar ini, yaitu ketika ada angin menghembus, maka atapnya ( seng ) selalu ribut membanting-banting, bahkan terkadang suara dosen yang sedang menerangkanpun sampai tidak kedengaran. Selain itu tambahnya, jika suhu panas sudah mulai naik, maka udarapun terasa panas sehingga perkuliahan sama sekali tidak nyaman. Lain halnya dengan dosen tauladan yang satu ini, Drs.H.Yusrizal Wahab.Mpd. beliau mengatakan dalam situasi seperti ini kita hanya bisa pasrah, karena tidak ada pilihan lain. Dengan bersikap seperti ini, berarti kita sudah menyimbolkan sikap keagamaan kita sebagaimana yang baru kita pelajari tadi, ujarnya ketika ditemui dilokal darurat seusai perkulihan,senin,19/4/10. Selain itu, beliau juga berharap agar proses rehabillitas gedung perkuliahan bisa secepatnya dilaksanakan, agar peserta didik nyaman dalam belajar dan para dosenpun bisa tenang dalam menyampaikan materi pada setiap harinya. Harapan rehabilitas gedung ini sangat dijunjung tinggi oleh mahasiswa, karena sarana dan prasarana pendidikan akan sangat mempengaruhi hasil pendidikan itu. Proses rehabilitas gedung perkuliahan II sudah selesai. Sekarang mahasiswa sangat menanti-nanti gedung I pun segera di rehabilitas agar perkuliahan di UMSB tidak memprihatinkan seperti sekarang ini.

Mahasiswa FAI – UMSB PADANG ikuti pelatihan IPTEK


Charles,Artik : Selama dua hari penuh, mahasiswa Fakultas Agama Islam UMSB dengan semangat dalam mengikuti pelatihan iptek yang diadakan oleh pembantu rektor I. Pelatihan itu laksanakan di labolatorium computer milik UMSB sendiri, pada tanggal 3-4 april 2010. Tidak sedikit peserta yang hadir, karena dirasa pentingnya menguasai tekhnologi dijaman yang serba modern sekrang ini.

Sedangkan tujuan pelatihan ini diadakan agar mahasiswa FAI, selain mahir dibidang ilmu agama juga harus mampu menggunakan tekhnologi sebagai skill bagi calon seorang guru agama, jelas purek I, Drs.Ilpi Zukdi,Mpd pada saat memberikan informasi di ruang perkuliahan,(25/3/10). kemudian beliau menambahkan pada lain waktu, bahwa mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan ini akan merasa rugi, karena tidak mudah mempelajarinya kecuali dengan bimbingan khusus. Tidak berbeda pula oleh Drs.Mursal,M,Ag, selaku Ketua Jurusan II FAI pada lain hari, beliau mengatakan pelatihan itu sangat penting sekali untuk diikuti dan dipelajari, karena demikian itu akan sangat membantu serta membekali mahasiswa dalam menggunakan tekhnologi dalam dunia pendidikan.

Multimadia pembelajaran interaktif ( pembuatan animasi dan slide interaktif ), adalah module yang diajarkan kepada mahasiswa peserta pelatihan tersebut. Pelatihan ini tidak hanya sebagai bekal media pembelajaran bagi calon seorang guru, akan tetapi dari pelatihan itu setidaknya mahasiswa sudah mampu berkreasi membuat animasi gambar bergerak, slide interaktif, tulisan bergerak, film slide, dengan berbagai model dan pernak-pernik yang indah yang dibuat oleh tangan mereka sendiri.

Mahasiswa berharap agar pelatihan ini terus berlanjut, tentunya dengan materi yang baru. Ujar Dinil, mahasiswa yang berasal dari Medan Sumatera Utara. Kemudian ia menambahkan bahwa pelatihan ini sangat baik sekali, sebagai pengalaman untuk media pendidikan.

Melihat sejarah animasi, atau lebih akrab disebut dengan film animasi adalah film yang merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Pada awal penemuannya, film animasi dibuat dari berlembar-lembar kertas gambar yang kemudian di-"putar" sehingga muncul efek gambar bergerak. Animasi yang tertua telah diperkirakan adalah wayang kulit. Karena wayang memenuhi semua elemen animasi seperti layar, gambar bergerak, dialog dan ilustrasi musik.

Animasi mulai berkembang sekitar abad ke-18 di Amerika. Pada saat itu J. Stuart Blackton adalah orang Amerika pertama yang menjadi pionir dalam menggunakan teknik stop motion animation. Teknik ini menggunakan serangkaian gambar diam/frame yang dirangkai menjadi satu dan menimbulkan kesan seolah-olah gambar tersebut bergerak. Teknik ini sangat sulit, membutuhkan waktu, dan biaya yang banyak. Karena untuk menciptakan animasi berdurasi satu detik, kita membutuhkan sebanyak 12-24 frame gambar diam. Bayangkan jika film animasi itu berdurasi satu jam bahkan lebih. Walaupun begitu, J. Stuart Blackton telah berhasil menciptakan bebrapa film yang berjudul J.The Enchanted Drawing (1900) dan Humorous Phases of Funny Faces (1906).

Tokoh yang dianggap berjasa besar mengembangkan film animasi adalah Walt Disney. Walt Disney banyak menghasilkan karya fenomenali Mickey Mouse, Donald Duck, Pinokio, Putri Salju, dan lainnya. Walt Disney pulalah yang pertama membuat film animasi bersuara. Yakni, film Mickey Mouse yang diputar perdana di Steamboat Willie di Colony Theatre, New York pada 18 November 1928. Walt Disney juga menciptakan animasi berwarna pertama yakni, Flower and Trees yang diproduksi Silly Symphonies di tahun 1932.

Selanjutnya, setelah teknologi komputer berkembang seperti sekarang ini, bermunculan animasi yang dibuat dengan teknologi computer.

Rabu, 14 April 2010

SIPINANG SIRIH " ILMU-KU ILMU-MU JUGA "


Pada bulan February kali ini, tentunya semester baru, saya mencoba membuat beberapa buah blog, yaitu wordprees dan blogspot. Walaupun blog yang lain sudah ada seperti multiply dan facebook dan yang lainnya. Konsep yang baru ini adalah “ Ilmu-ku adalah Ilmu-mu Juga ” Sedangkan aplikasi dari semua yang saya tulis dan saya sebarkan diberbagai blog saya adalah Ibadah, walaupun diantara artikel yang saya publikasikan bukan karangan saya sendiri. Namun secara terangnya adalah “ menyambung” dalam arti menyampaikan apa yang telah disampaikan. Hal ini saya lakukan adalah sebagai bukti dan komitmen diri untuk mengaplikasikan ilmu dan kepedulian terhadap media massa yang semakin hari terus melonjak melambung tinggi khususnya pada jejaring internet. Hal terpenting adalah bagaimana agar nilai-nilai peradaban dunia islam tidak tertinggal dengan adanya media massa dan tekhnologi yang berkembang dan menguasai seluruh belahan bumi ini.

Kembali pada pokok, bahwa blog ini selain sebagai pengaplikasian ilmu yang diajarkan, namun disisi lain saya juga ingin belajar lebih dalam lagi untuk melihat dunia, karena dengan belajar pada dunia, ilmu pengetahuan serta wawasan akan bertambah luas dan tidak semata layaknya katak dalam tempurung, ( picik ). Dalam istilah pepatah Minang Kabau ada dituturkan bahwa “ Alam takambang menjadi guru “, artinya dengan memperhatikan dan memikirkan apa yang ada didepan mata kita, tentu akan ada yang didapat pelajaran darinya.

Kemudian, sebagai hasil yang dipikirkan dari dunia, saya mencoba untuk membudidayakan menulis, karna dengan menulis itu penting. Sebuah kutipan yang dirasa patut saya paparkan dalam buku Drs,AS,Haris Sumadiria yang berjudul “ Menulis artikel dan tajuk rencana,Thn 2004” pada halaman pengantar disebutkan bahwa menulis sangat erat kaitannya dengan peradaban. Sejumlah orang besar seperti Carlyle, Kant, Mirabeau, dan Renan sangat percaya dan meyakini, penemuan tulisan benar-benar telah membentuk awal peradaban. Dalam dunia antropologi misalnya, dikenal dengan pameo: sebagaimana bahasa membedakan manusia dari binatang. Begitu juga tulisan membedakan manusia beradab dan manusia biadab. Dengan kata lain, Tulisan hanya terdapat dalam peradaban, dan peradaban tidaklah ada tanpa tulisan ( Gelb.1969:221-222 dalam Tarigan, 1983:11).

Bagi mereka ( penulis ) dan bagi saya ( insya allah ) menulis itu penting, paling tidak untuk memenuhi tiga hal, yaitu : 1. Sebagai wahana diskusi dan sosialisasi gagasan. 2. Memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka mencari solusi terhadap suatu masalah. 3. Sebagai sarana proses aktualisasi dan eksistensi diri. Dari beberapa hal yang sudah saya tuliskan diatas, akhirnya kita menemukan ujung tombak dari tulisan ini, bahwa sebagai insan yang mulia yang diberikan pikiran, akankah kita tidak berpikir menelusuri dunia? Sebagai umat islam akankah kita melipat lidah dengan keluh, dan tidak memberikan jawaban sama sekali, padahal banyak orang yang sangat membutuhkan. Sebagai insan yang berilmu walaupun sedikit, akankah kita tidak mengaktualisasikannya.? Mulailah menulis, dan sampaikanlah walaupun satu ayat, dan walaupun itu pahit.

Terakhir saya memohon do’a kepada Allah Azza Wajalla, atas kebesaran-Mu dan kemuliaan-Mu, serta atas segala kelemahanku kehinaanku, hamba memohon bimbingan jalan yang lurus dalam menuntut ilmu pengetahuan ini.Tambahkan serta kuatkanlah iman ku yaa robb, dalam menghadapi segala masalah dunia yang pana ini..amiin


Kepada insan mukmin dan mukminat saya ucapkan terima kasih atas segala yang diberikan kepada saya, baik moral maupun materil, yang pasti semua itu aka nada ganjarannya. Mohon maaf lahir bathin.Assalamu’alaikum..W
r..Wb

Charles Mangunsong
Handphon : +620-8126-6448-117
E-mail : charles_robert@rocketmail.com/charlesmc@rocketmail.com
URL : charles-mc.blogspot.com/55 cahrles.multiply.com

Perkuliahan di UMSB gunakan Tekhnologi Informasi


Padang, Singgalang. Perguruan Tinggi Swasta (PTS) harus menerapkan kiat baru, model belajar kreatif, kemampuan penerobosan pasar dan upaya lain yang perlu dikembangkan. Menurut Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB), Dr. Shofwa,n Kariin Elha, MA., semua kiat inovasi kreatif tersebut harus matang, tidak mengorbankan kualitas pengajaran dan integritas para pengelola.

Dalam era persaingan perebutan mahasiswa dengan program non reguier Perguruan Tinggi Negeri (PTN), PTS harus harus tetap menyikapinya dengan bersaing sehat. Caranya. Dengan menghasilkan lulusan yang bermutu, memiliki keterampilan dan skil lainnya, sehinggp bisa mandiri setelah menyandang gelar sarjana.

"Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB) telah membekali seluruh lulusannya, dengan banyak kemampuan. Mereka telah diberi pembinaan mental, kemampuan jurnalistik, komputer, bahasa Arab, keterampilan menggunting rambut, menjahit, seni dan lainnya “kata Shofwan kepada Singgalang, seusai acara wisuda pasca sarjana dan sarjana periode I angkatan ke-44 tahun akademik 2008/2009, bertempat di Gedung Kaharuddin Dt. Rangkayo Basa, Lolong, Padang, Sabtu (23/5).

Dikatakannya, UMSB telah rnelaksanakan perkuliahan dengan penggunaan Teknologi Informasi (TI). Semua kampus sudah dipasang hot spot, sehingga memudahkan mahasiswa untuk mengakses internet. Selain itu mahasiswa juga intensif nenimba ilmu di labor komputer dan perkuliahan dengan menggunakan modul.

Untuk "wisuda ke-44, meliputi lulusan strata II, strata I dan diploma II yang berjumlah 127 lulusan. Beberapa mahasiswa berhasil tamat dengan system penyelesaian studi yang dipersingkat yaitu semester pendek.

Hingga saat ini, ada banyak program studi yang diminati di UMSB. Diantaranya bidang keguruan, Fakultas Hukum, Kehutanan. Ekonorni, Teknik, Pertanian dan Agama Islam. UMSB juga telah bekerjasama dengan Yayasan Muslim Asia dan lembaga lainnya.

Sementara Kepala Administrasi Akdemik Kopertis Wil. X, Yumardis Yunus mengatakan, kampus UMSB yang terpencar, bisa disatukan pendidikannya dengan cara telecompference. Jika UMSB berkomitmen meningkatkan kualitas, maka semua lulusan akan menjadi lebih maju.

"Perkembangan UMSB harus didukung oleh seluruh warga Muhammadiyah. Evaluasi harus dilakukan, sehingga seialu terjadi perbaikan," katanya. Ia memperingatkan pada UMSB, agar segera meng-S2-kan seiuruh dosennya. Suatu hal yang lucu menurutnya, seorang sarjana mengajari calon sarjana. Bagusnya; calon sarjana diajari oleh seorang master. Sementara master, diajari pula oleh doktor dan seterusnya. Ia juga mengimbau, agar UMSB segera mengakreditasi seluruh program studinya. Sehingga-sebelum 2012 nantl, semua sudah terakreditasi. Tanpa akreditasi, maka tidak boleh menerima mahasiswa dan lainnya. (109)

Kamis, 08 April 2010

KARYA-KU

Dalam menimba ilmu pengetahuan ini, kucoba untuk bertahan baik susah maupun senang yang kuhadapi....Namun hal ini tidak menjadi faktor penghambat bagiku..Lencana itu pasti akan lepas juga..trima kasih

Kamis, 01 April 2010

Dirimu Yang Selalu Mengatakan "AKU"


Memiliki jati diri sendiri memang sangat dianjurkan pada setiap jiwa, namun mencari jati diri itu haruslah dengan sabar dcan tawakkal kepada Allah sang pencipta. tak semat-mata menganggap diri memiliki jati diri lantas angkuh dan kesombongan yang ada pada setiap langkah.
Menyadari dan mengoreksi segala kesalah dfiri bukan suatu hal yang mudah dan seperti membalikkan telapak tangan. Terkadang diri menyadari kesalahahn itu, namun karena sifat sombong dan egois telah bersarang didalah hati, maka segala kesalahan diri yang sudah diketahuipun akan tertutupi oleh rasa sifat ego dan angkuh itu. menjadi orang hebat itu bagus, akan tetapi mengatakan diri orang bagus itu tidak baik, karena itu mencerminkan sifat angkuh dan selalu terdorong untuk mengatakan "AKU".
Begitulah penyakit hati yang slalu diingatkan rasullalah kepada para sahabat, agar tidak terjebak dan terpengaruh pada sifat-sifat setan.
Adakalanya seseorang yang merasa sudah mengetahui hal kurang diketahui orang lain. lantas dengan lantang mengatakan "AKU" sudah pengalaman tentang itu, dan "AKU" yang lebih pantas untuk itu. maka ini termasuk orang yang dilaknat Allah azza wajalla.
Biasanya penyakit seperti ini tidak sedikit mengindap pada seseorang pemimpin, baik pemimpin negara, wilayah, daerah, desa, bahkan pemimpin organisasi yang ada disekolah, kampus atau oraganisasi kepemudaan. merasa lebih berpengalaman dan membelakangakan orang lain dengan tanpa perasaan. tentunya hal ini akan lebih menjadi buruk dimata orang yang dipimpinnya. dan tak jarang sekali orang yang dipimpin mengambil alih peran pemimpinnya tanpa koordinasi yang akurat. dengan sekilas mengatakan " itu tak apa-apa, yang penting acara ini berjalan". inilah sekali lagi yang dikatakan bahwa demikian adalah perbuatan yang Munkar ( Charles.Mc )

TIGA MASALAH PENTING TENTANG SHALAT

Oleh : Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz
RISALAHPERTAMA
TATA CARA SHALAT NABI MUHAMMAD
Segala puji hanya milik Allah semata, shala-wat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada hamba dan utusanNya, yaitu Nabi Muhammad, keluarga dan para shahabatnya. Amma ba`du:
Berikut ini adalah uraian singkat tentang sifat (tata cara) shalat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam . Penulis ingin menyajikannya kepada setiap muslim, baik laki-laki ataupun perempuan, agar siapa saja yang membaca-Nya dapat bersungguh-sungguh dalam mencontoh (berqudwah) kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. di dalam masalah shalat, sebagaimana sabda beliau:

"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (HR. Al-Bukhari).
Kepada para pembaca, berikut ini uraiannya:
1. Menyempurnakan wudlu;
(Seseorang yang yang hendak melakukan shalat) hendaknya berwudlu sebagaimana yang diperintahkan Allah; sebagai peng-amalan terhadap firmanNya:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak melakukan shalat, maka cucilah muka kalian, kedua tangan kalian hingga siku, dan usaplah kepala kalian, dan (cucilah) kedua kaki kalian hingga kedua mata kaki..." (Al-Ma'idah: 6).
dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

"Tidak diterima shalat tanpa bersuci dan shadaqah dari penipuan." (HR. Muslim ).
Dan sabdanya kepada orang yang tidak betul shalatnya:

"Apabila kamu hendak melakukan shalat, maka sempurnakanlah wudhu".

2. Menghadap ke kiblat:
Yaitu Ka`bah, di mana saja ia berada dengan seluruh tubuhnya (secara sempurna), sambil berniat di dalam hatinya untuk melakukan shalat sesuai yang ia inginkan, apakah shalat wajib atau shalat sunnah, tanpa mengucapkan niat tersebut dengan lisannya, karena mengucapkan niat dengan lisan itu tidak dibenarkan (oleh syara`), bahkan hal tersebut merupakan perbuatan bid`ah. Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah melafadzkan niat begitu juga para sahabat. Disunnahkan meletakkan sutrah (pembatas) baik sebagai imam atau shalat sendirian karena demikian itu termasuk sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Shalat harus menghadap kiblat sebab tidak sah shalat seseorang jika tidak menghadap kiblat kecuali dalam kondisi tertentu yang telah banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fikih.

3. Takbiratul ihram dengan mengangkat ke-dua tangan hingga sejajar dengan pundak
sambil mengucap Allahu Akbar lalu mengarahkan pandangan ke tempat sujud.
4. Mengangkat kedua tangan di saat bertak-bir hingga sejajar dengan kedua pundak
atau sejajar dengan kedua telinganya.
5. Meletakkan kedua tangan di atas dada-nya,
Yaitu dengan meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri, atau pada pergelangan tangan kiri, atau pada lengan tangan kiri, karena hal tersebut ada haditsnya, (seperti) hadits yang bersumber dari Wa'il bin Hujr dan Qubaishah bin Hulb Al-Tha'iy yang ia riwaratkan dari ayahnya radhiyallahu 'anhu.
6. Disunnahkan membaca do'a istiftah:

"Ya Allah, jauhkanlah antaraku dengan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat; Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahanku seba-gaimana pakaian putih disucikan dari segala kotoran; Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesa-lahan-kesalahanku dengan air, es dan salju" (Muttafaq `alaih yang bersumber dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam).
Boleh juga membaca do'a yang lain sebagai gantinya, seperti:

" Maha Suci Engkau, Ya Allah, dengan segala puji bagiMu, Maha Mulia NamaMu, dan Maha Tinggi kemuliaanMu, tiada Tuhan yang yang berhak disembah selain Engkau".
Karena do'a ini ada dalil shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan membaca do'a istiftah lain dari keduanya yang ada dalil shahihnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Namun yang lebih afdhal (utama) adalah pada suatu saat membaca do`a istiftah yang pertama dan pada saat yang lain membaca yang kedua atau yang lainnya yang ada dalil shahihnya, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam ber-ittiba` (mencontoh Rasu-lullah shallallahu 'alaihi wasallam).
Kemudian membaca:

"Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk " "Dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang".
Dan dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

"Tidak syah shalat seseorang yang tidak membaca Surat Al-Fatihah ", dan sesudah itu membaca "Amin" secara jelas (nyaring) dalam shalat jahriyah, dan sirr (tersembunyi) dalam shalat sirriyah.
Kemudian membaca ayat-ayat Al-Qur'an, dan diutamakan bacaan dalam shalat Zhuhur, Ashar dan Isya' dari surat-surat yang agak panjang, dan pada shalat Shubuh surat-surat yang panjang, sedangkan pada shalat Maghrib surat-surat pendek dan pada suatu saat boleh juga membaca surah yang panjang atau setengah panjang, maksudnya pada shalat Maghrib, sebagaimana yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan pada shalat Ashar hendaknya membaca surat yang lebih pendek dari pada bacaan shalat dzuhur
7. Ruku` sambil bertakbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar
dengan kedua pun-dak atau kedua telinga, dengan menjadikan kepala sejajar dengan punggung dan meletakkan kedua tangan pada kedua lutut dengan jari-jari terbuka sambil thuma'ninah di saat ruku` dan mengucapkan:

"Maha suci RabbKu Yang Maha Agung"
Dan lebih diutamakan membacanya tiga kali atau lebih, dan di samping itu dianjurkan pula membaca:

"Maha Suci Engkau, Wahai Rabb kami dan dengan segala puji bagiMu, Ya Allah, ampunilah aku".
8. Mengangkat kepala dari ruku',
sambil mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinga
sambil membaca:

"Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya".
baik sebagai imam atau shalat sendirian. Lalu di saat berdiri mengucapkan:

"Wahai Rabb kami, milikMu segala pujian sebanyak-banyaknya lagi baik dan penuh berkah, sepenuh langit dan bumi, sepenuh apa yang ada di antara keduanya dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki kelak".
Dan jika ditambah lagi sesudah itu dengan do'a:

" Pemilik puja dan puji, ucapan yang paling haq yang diucapkan oleh seorang hamba; dan semua kami adalah hamba bagiMu; Ya Allah, tiada penghalang terhadap apa yang Engkau berikan, dan tiada yang dapat memberikan terhadap apa yang Engkau halangi, tiada berguna bagi orang yang memiliki kemuliaan, karena dariMu lah kemuliaan".
Maka hal tersebut baik, karena yang demikian itu ada dasarnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam beberapa hadits shahih.
Adapun jika ia sebagai ma'mum, maka di saat mengangkat kepala membaca:

"Wahai Rabb kami, milikMu lah segala puji-an"... hingga akhir bacaan di atas.
Dan dianjurkan meletakkan kedua tangannya di atas dadanya, sebagaimana yang ia lakukan pada saat berdiri sebelum ruku`, karena keshahihan hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menunjukkan demikian, yaitu hadits yang bersumber dari Wa'il bin Hujr dan Sahal bin Sa`ad radhiyallahu 'anhu.
9. Sujud sambil bertakbir dengan meletak-kan kedua lutut sebelum kedua tangan, jika hal tersebut memungkinkan. Dan jika tidak, maka men-dahulukan kedua tangan sebelum kedua lutut, sambil menghadapkan jari-jari kedua telapak kaki dan jari jari kedua telapak tangan ke qiblat, dengan posisi jari-jari telapak tangan rapat. Dan sujud di atas tujuh anggota tubuh, yaitu dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari kedua telapak kaki, sambil membaca do'a:

"Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi." tiga kali atau lebih:
Dianjurkan pula membaca:

"Maha Suci Engkau, Ya Allah Rabb kami, dengan segala puji bagiMu. Ya Allah ampunilah aku ".
Dan memperbanyak do'a, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

"Adapun ruku`, maka agungkanlah Tuhan pada saat itu, dan adapun sujud, maka bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdo'a, sebab layak untuk diterima bagi kalian."
Dan juga sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:

" Posisi terdekat seorang hamba dari Tuhannya adalah di saat ia sedang sujud, maka dari itu perbanyaklah do'a."
Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya.
Hendaknya (diwaktu sujud) ia memohon kepa-da Tuhannya kebaikan dunia dan akhirat untuk dirinya dan untuk orang lain dari kaum muslimin, baik itu dalam shalat wajib maupun dalam shalat sunnah. Dan (diwaktu sujud) hendaknya mereng-gangkan kedua lengan tangan dari kedua lambung dan perut dari kedua pahanya sambil mengangkat kedua hasta/lengah tangannya dari tanah, sebab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" Tegak luruslah kalian di saat sujud dan jangan ada seorang dari kalian meletakkan kedua lengan tangannya seperti anjing meletakkan kedua lengan tangannya." (Muttafaq `alaih).
10. Mengangkat kepala sambil bertakbir,
bertumpu pada kaki kiri dan mendudukinya, sedang-kan kaki kanan ditegakkan, meletakkan
kedua tangan di atas ujung kedua paha dan kedua lutut, lalu mem-baca:

"Wahai Rabbku, ampunilah aku; wahai Rabbku, ampunilah aku; wahai Rabbku, ampunilah aku. Ya Allah, ampunilah aku, belas kasihilah aku, berilah aku petunjuk, berilah aku rizki, berilah aku kesehatan dan tutupilah kekuranganku."
Hendaknya thuma'ninah (berhenti sebentar) di waktu duduk, hingga setiap persendian benar-benar berada pada posisinya, sebagaimana di saat ia berdiri i`tidal sebelum ruku`, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanjangkan (waktu) i`tidalnya sesudah ruku` dan ketika duduk di antara dua sujud.
11. Sujud yang kedua sambil bertakbir,
dalam melakukannya sebagaimana ia melakukan pada sujud pertama.
12. Mengangkat kepala (bangun) sambil bertakbir,
dan duduk sejenak seperti duduk antara dua sujud. Ini disebut duduk istirahat, hukumnya sunnah menurut pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat para ulama, dan jika ditinggalkan maka tidak apa-apa. Dan pada duduk ini tidak ada bacaan atau pun do'a.
Lalu bangkit dan berdiri untuk melakukan raka`at yang kedua dengan bersanggah pada kedua lutut jika memungkinkan, dan jika tidak memung-kinkan, maka bersanggah kepada kedua tangan di atas lantai, kemudian membaca Al-Fatihah dan sete-rusnya seperti apa yang dilakukan pada raka`at yang pertama. Tidak boleh bagi seorang ma'mum menda-hului imam, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang umatnya dari tindakan seperti itu, demikian juga dibenci memba-rengi imam. Sunnahnya bagi ma`mum, gerakan-gerakannya harus sesudah gerakan-gerakan imam-nya dengan tidak berbarengan, dan harus setelah terhentinya suara imam, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" Sesungguhnya imam itu dijadikan sebagai imam agar diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya, oleh karena itu, jika ia bertakbir maka bertakbirlah kalian, dan jika ia ruku` maka ruku`lah kalian, dan apabila ia membaca: "Sami`allahu liman hamidah", maka bacalah: "Rabbana wa lakal-hamdu", dan apabila ia sujud, maka sujudlah kalian" (Muttafaq `alaih).
13. Jika shalat itu adalah shalat dua raka`at, seperti shalat Subuh, shalat Jum`at dan shalat `Id, maka duduk iftirasy setelah bangkit dari sujud kedua, yaitu dengan menegakkan kaki kanan, dan bertumpu pada kaki kiri, tangan kanan diletakkan di atas paha kanan dengan menggenggam semua jari kecuali jari telujuk untuk berisyarat kepada tauhid di saat meng-ingat Allah shallallahu 'alaihi wasallam dan berdo'a. Jika jari manis dan jari kelingking tangan kanan digenggamkan, sedangkan ibu jari dibentuk lingkaran dengan jari tengah dan berisyarat dengan jari telunjuk, maka hal tersebut sangat baik sekali, karena kedua cara tersebut ada di dalam hadits shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan afdhalnya melakukan cara yang pertama pada suatu saat dan cara yang kedua pada saat yang lain. Sedangkan tangan kiri diletakkan di atas (ujung) paha kiri dan lutut; lalu membaca Tasyahhud, yaitu:

Kemudian dilanjutkan dengan membaca:

Lalu memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal dengan membaca:

Kemudian berdo'a, memohon kepada Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Dan apabila berdo`a untuk kedua orang tua atau untuk kaum muslimin, maka dibolehkan, baik di waktu shalat wa-jib ataupun shalat sunnah, berdasarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari Ibnu Mas`ud radhiyallahu 'anhu ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya Tasyahhud, beliu bersabda:

"Kemudian hendaknya ia memilih do`a yang lebih disukai, lalu berdo`a"
Do`a yang disebutkan dalam hadist di atas men-cakup semua apa saja yang berguna bagi seseorang dalam kehidupan dunia dan akhirat. Setelah itu memberi salam dengan menoleh ke kanan dan salam dengan menoleh ke kiri, seraya mengucapkan:

14. Jika shalat yang dikerjakan adalah tiga raka`at, seperti shalat Maghrib, atau empat raka`at, seperti shalat Zhuhur, `Ashar dan Isya', maka hendak-nya ia membaca tasyahhud tersebut di atas dengan membaca shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian bang-kit dengan bersanggah kepada kedua lututnya, sambil mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua pundak dan membaca Allahu Akbar, lalu mele-takkan kedua tangan di dada sebagaimana diterang-kan di atas kemudian membaca Al-Fatihah saja.
Jika ia membaca surah atau ayat pada raka`at ketiga dan keempat dalam shalat dzuhur sesudah al-Fatihah pada saat-saat tertentu, maka tidak apa-apa. Karena ada hadits shahih yang menunjukkan hal tersebut dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang bersumber dari Abu Sa`id radhiyallahu 'anhu.
Dan jika tidak membaca shalawat pada tasyah-hud pertama, maka tidak apa-apa, karena hukumnya sunnah, tidak wajib dalam tasyahhud awal. Kemudian membaca tasyahhud setelah raka`at ketiga pada shalat Maghrib, dan setelah raka`at keempat dari shalat Zhuhur, Ashar dan Isya', berikut dengan shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam , dan memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara yang disebutkan di atas (adzab Neraka Jahannam, siksa kubur, fitnah kehi-dupan dan kematian dan dari kejahatan fitnah Dajjal), lalu perbanyak berdo`a.
Dan di antara do`a yang diajarkan pada akhir tahiyyat (tasyahhud) dan juga dalam kesempatan-kesempatan lainnya adalah:

" Ya Rabb kami, karuniakan kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari adzab api Neraka".
Karena ada hadits shahih yang bersumber dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

Kebanyakan dari do`a-do`a Nabi shallallahu 'alaihi wasallam itu adalah Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah wa qina adzaban nar.
Sebagaimana telah disebutkan di atas dalam shalat yang dua raka`at, hanya saja posisi duduk saat ini adalah duduk tawarruk, yaitu duduk dengan meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kaki kanan dan kemudian mendudukkan pantat di atas tanah, sedangkan kaki kanan tegak, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Humaid. Kemudian memberi salam ke kanan sambil mengucapkan: dan salam ke kiri seraya mengucapkan:
Sehabis itu beristighfar (memohon ampun) kepada Allah tiga kali, membaca:

"Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Selamat dan dariMu-lah keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Pemilik keagungan dan kemulia-an; tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, milikNya lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu; tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Ya Allah, tiada yang dapat menghalangi terhadap apa yang Engkau berikan, dan tiada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau halangi, tidaklah bermanfaat kemuliaan bagi pemiliknya kecuali kemuliaan itu dari Engkau. Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan kami tidak menyembah kecuali hanya kepadaNya; kepunyaanNya lah kenikmatan dan milikNya lah karunia, dan bagiNya-lah sanjungan yang baik, tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dengan tulus ikhlas tunduk kepadaNya sekalipun orang-orang kafir tidak suka".
Kemudian bertasbih (mengucapkan Subhanallah ) sebanyak 33 kali, memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) 33 kali dan bertakbir (mengucapkan Allahu akbar) 33 kali, serta digenapkan menjadi seratus dengan mengucapkan:

"Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu".
Lalu membaca ayat Kursi, Surat Al-Ikhlash, surat Al-Falaq dan Surah An-Nas pada setiap kali selesai shalat. Dan dianjurkan (disunnahkan) meng-ulang tiga surat tersebut sebanyak 3 kali setelah selesai shalat Maghrib dan shalat subuh, berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang menganjurkan tentang hal itu, begitu pula dianjurkan (disunnahkan) menambah dzikir tersebut di atas, terutama setelah shalat Maghrib dan shalat Subuh dengan dzikir berikut 10 kali:

"Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu".
Semua itu berdasarkan hadits shahih dari Rasu-lullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Jika ia sebagai imam, maka hendaknya berbalik menghadap para ma'mum sesudah beristighfar 3 kali dan mengucapkan:

"Ya Allah, Engkau Yang Maha selamat dan dariMu lah keselamatan, Maha Tinggi lagi Maha Suci Engkau, wahai Pemilik keagungan dan kemuliaan".
Kemudian membaca dzikir-dzikir sebagaimana tersebut di atas, yang banyak disebutkan dalam hadits-hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, di antaranya adalah hadits shahih yang dari `Aisyah radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Semua dzikir di atas hukumnya sunnah, tidak wajib.
Disunnahkan pula bagi setiap muslim, baik laki-laki atau perempuan shalat sunnah 4 raka`at sebelum Zhuhur dan 2 raka`at sesudahnya, 2 raka`at sesudah shalat Maghrib, 2 raka`at sesudah Isya dan 2 raka`at sebelum shalat Subuh. Jumlah kesemuanya 12 raka`at, yang dinamakan shalat rawatib; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selalu menjaganya di waktu muqim, adapun di waktu beper-gian beliau hanya melakukan shalat sunnat Subuh dan witir. Untuk kedua shalat sunnah tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkannya baik di waktu muqim maupun di waktu bepergian. Beliau adalah teladan bagi kita, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik". (Al-Ahzab: 21).
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat".(HR. Bukhari).
Dan lebih utama (afdhal) shalat-shalat rawatib dan shalat witir dilakukan di rumah, namun jika dilakukan di masjid, maka tidak apa-apa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

"Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumah, kecuali shalat wajib." (Hadits ini disepakati keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim)
Menjaga shalat rawatib dengan sungguh-sung-guh merupakan bagian dari sebab seseorang masuk Surga, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Shahih Muslim dari Ummi Habibah radhiyallahu 'anhu sesungguh-nya dia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Tiada seorang hamba muslim pun yang selalu melakukan shalat sunnat 12 raka`at selain dari shalat wajib pada setiap hari, melainkan Allah bangun untuknya sebuah istana di Surga."
Dan sesungguhnya Imam At-Tirmidzi di dalam riwayat haditsnya juga menjelaskan (menafsirkan) hadits di atas sebagaimana yang kami sebutkan tadi.
Jika ia melakukan 4 raka`at sebelum shalat Ashar, 2 raka`at sebelum Maghrib, dan dua raka`at sebelum shalat Isya`, maka itu lebih baik sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

"Allah akan memberi rahmat kepada seseorang yang selalu shalat 4 raka`at sebelum Ashar". (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan ia menghasankannya; dishahihkan Ibnu Huzaimah, sanad hadits tersebut shahih).
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

" Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) ada shalatnya, di antara dua adzan ada shalatnya, -Lalu beliau bersabda untuk ketiga kalinya: Bagi yang menghendaki." (HR. Al-Bukhari)
Dan jika shalat 4 raka`at setelah shalat Zhuhur dan 4 raka`at sebelumnya, maka itu pun baik pula, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

"Barangsiapa yang menjaga 4 raka`at sebelum Zhuhur dan 4 raka`at sesudahnya, maka ia diharamkan oleh Allah atas api Neraka." (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan dengan sanad shahih dari Ummi Habi-bah radhiyallahu 'anhu)
Maksudnya adalah, ia menambah 2 raka`at atas shalat sunnat rawatib sesudah Zhuhur, karena shalat sunnat rawatib Zhuhur itu 4 raka`at sebelumnya dan 2 raka`at sesudahnya. Maka jika ia melakukan dua rak`at shalat sunnat lagi sesudahnya, tercapailah apa yang disebutkan di dalam hadits Ummi Habibah tersebut.
Dan Allahlah Pemberi taufiq, dan semoga Allah tetap mencurahkan shalawat dan salam kepada nabi kita Nabi Muhammad bin Abdullah shallallahu 'alaihi wasallam, kepada ke-luarga dan para shahabatnya serta para pengikutnya hingga hari Kiamat.

RISALAH KEDUA
KEHARUSAN MELAKSANAKAN SHALAT FARDHU
DENGAN BERJAMA`AH

Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditujukan kepada siapa saja yang melihat buku ini dari kaum muslimin ..
Semoga Allah memberi mereka taufiq terhadap segala hal yang mengandung keridhaanNya, dan semoga Dia menghimpunku dan mereka dalam himpunan orang-orang yang takut dan bertaqwa kepadaNya. Amin.
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh, waba`du:
Telah sampai berita kepadaku bahwasanya banyak kaum muslimin yang mengabaikan dalam melakukan shalat wajib secara berjama`ah, mereka berdalih dengan pendapat sebagian ulama yang menggampangkan hal ini. Maka saya berkewajiban untuk menjelaskan betapa besarnya permasalahan ini dan betapa sangat penting; dan tidak diragukan lagi bahwa mengabaikan shalat berjamaah adalah suatu kemungkaran yang sangat besar dan bahayanya pun fatal. Maka tugas dan kewajiban para ulama adalah memberikan penjelasan dan peringatan, terhadap pengabaian tersebut yang merupakan kemungkaran nyata, yang tidak boleh didiamkan.
Dan sudah dimaklumi bersama, bahwasanya tidaklah layak bagi seorang muslim menganggap remeh suatu perkara yang kedudukannya dimuliakan oleh Allah di dalam Kitab Sucinya, dan diagungkan oleh RasulNya yang mulia shallallahu 'alaihi wasallam.
Berulang kali Allah Ta'ala menyebutkan shalat di dalam Kitab Sucinya, Dia tinggikan kedudukannya, Dia perintahkan agar memelihara dan melaksanakan-nya dengan berjama`ah. Dan Dia peringatkan bahwa meremehkan dan bermalas-malasan dalam melaku-kannya merupakan ciri (sifat) orang-orang munafiq, sebagaimana firmanNya:
Peliharalah segala shalat (mu) dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu`. (Al-Baqarah; 238).
Dan bagaimana manusia akan mengetahui bahwa seorang hamba memelihara shalat dan mengagungkannya, padahal ia telah meninggalkan shalat berjama`ah bersama-sama suadara-saudaranya (kaum muslimin) dan menganggap remeh kedudukannya. Padahal Allah telah berfirman:
"Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku`. (Al-Baqarah: 43)
Ayat di atas secara tegas menjelaskan kewajiban melakukan shalat wajib dengan berjama`ah dan me-nyertai shalat orang-orang yang shalat; dan sekiranya yang dimaksud oleh ayat tersebut hanya menegak-kannya saja, maka tidak jelaslah korelasi gamblang pada ujung ayat (dan ruku`lah kalian bersama-sama orang-orang yang ruku`), karena Allah telah mem-erintahkan agar menegakkannya pada awal ayat.
Dan Dia pun berfirman:
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah me-reka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendiri-kan shalat bersama-sama mereka, maka hendak-lah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apa bila mereka(yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hen-daklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap-siaga dan menyandang senjata. (An-Nisa': 102).
Pada ayat di atas Allah mewajibkan shalat berjama`ah dalam kondisi perang dan penuh keta-kutan, maka bagaimana dalam kondisi damai? Kalau sekiranya seseorang diperbolehkan meninggalkan shalat berjama`ah, niscaya para tentara yang berbaris menghadang musuh dan orang-orang yang terancam serangan musuh itu lebih berhak untuk diperboleh-kan meninggalkan shalat berjama`ah. Oleh karena hal itu tidak terjadi (Baca: tidak diperbolehkan mening-galkan shalat berjama`ah), maka dapat kita ketahui bahwa shalat berjama`ah itu termasuk kewajiban yang sangat penting, dan tidak diperbolehkan bagi seorang pun meninggalkannya.
Dan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim ter-dapat hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Ra-sulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sungguh, aku telah bertekad untuk menyuruh (para shahabat) melakukan shalat, dan aku suruh seseorang untuk mengimaminya, kemudian aku pergi bersama beberapa orang yang membawa beberapa ikat kayu bakar menuju orang-orang yang tidak ikut shalat berjama`ah, untuk membakar rumah mereka dengan api. (Al-Hadits).
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Kalau sekiranya tidak karena istri-istri dan anak-anak berada di dalam rumah mereka, niscaya aku bakar rumah mereka."
Di dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Mas`ud radhiyallahu 'anhu mengatakan: "Sesungguhnya kami telah menyaksikan, bahwa tidak ada yang meninggalkan shalat berjama`ah (di masa kami) kecuali orang munafiq yang telah jelas kemunafikannya, atau orang sakit. Padahal ada di antara yang sakit berjalan de-ngan diapit oleh dua orang untuk mendatangi shalat berjama`ah".
Dan dia juga berkata:

" Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengajari kami sunnah-sunnah agama, dan di antara sunnah-sunnah tersebut adalah shalat di masjid yang dikumandangkan adzan di dalamnya".
Dan di dalam Shahih Muslim juga dia berkata:

"Barangsiapa yang ingin berjumpa Allah di kemudian hari dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia memelihara shalat lima waktu ini dengan melakukannya dimana saja ada seruan adzan, karena sesungguhnya Allah telah menetapkan (mensyari`atkan) jalan-jalan menuju hidayah (petunjuk-petunjuk agama), dan sesungguhnya melakukan shalat lima waktu dengan berja-ma'ah adalah termasuk jalan-jalan menuju hidayah. Maka sekiranya kalian shalat di rumah-rumah kalian sebagaimana orang yang lalai melakukannya di rumah, maka berarti kalian te-lah meninggalkan sunnah (ajaran) nabi kalian, dan jika kalian meninggalkan sunnah nabi kali-an, niscaya kalian sesat. Dan tiada seseorang bersuci (berwudhu), lalu melakukannya dengan baik (sempurna), kemudian ia datang ke salah satu masjid dari masjid-masjid yang ada ini, melainkan Allah mencatat baginya satu keba-jikan untuk setiap langkah yang ia ayunkan, dan Dia mengangkatnya satu derajat karena langkah itu, serta Dia hapuskan dari padanya satu dosa. Sesungguhnya, kami telah menyaksikan, bahwa tiada seorang pun yang meninggalkan shalat berjama`ah (di masa kami), kecuali orang munafiq yang sudah jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya ada orang yang diapit oleh dua orang menuju masjid hingga didirikan di shaf."
Di dalam shahih Muslim juga diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya ada seorang buta yang berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tidak ada orang yang menuntunku ke masjid, apakah ada keringanan bagiku untuk shalat di rumahku? Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: Apakah kamu mendengar seruan adzan? Orang itu menjawab: Ya. Maka Nabi bersabda: Kalau begitu penuhi seruan itu."
Dan juga ada hadits shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:

"Barangsiapa yang mendengar seruan adzan, lalu ia tidak datang (memenuhi seruan shalat berjama`ah itu), maka tidak sah shalatnya, kecuali karena ada udzur".
Suatu ketika Ibnu Abbas ditanya: Apa udzur itu? Ia menjawab: Takut (serangan musuh) atau sakit.
Dan hadits-hadits yang menunjukkan tentang kewajiban shalat berjama`ah dan kewajiban melaku-kannya di masjid-masjid yang diizinkan Allah untuk ditinggikan dan disebutkan namaNya, sangat banyak sekali. Maka kewajiban setiap muslim adalah mem-perhatikan masalah ini dan segera melakukannya serta menganjurkan dan menasihati anak-anak, keluarga dan para tetangga serta saudara-saudaranya yang seiman untuk melakukan perkara ini, sebagai ketaatan kepada perintah Allah dan RasulNya, dan supaya terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, dan jauh dari sifat-sifat orang-orang munafiq yang dinyatakan oleh Allah dengan sifat-sifat yang tercela, yang di antaranya adalah kela-laian mereka dalam melakukan shalat. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidak-lah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini(orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu(orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (An-Nisa': 142-143)
Dan sesungguhnya meninggalkan shalat ber-jama`ah merupakan penyebab utama dari pengabaian pelaksanaan shalat secara keseluruhan.
Sudah dimaklumi bahwa meninggalkan shalat adalah suatu kekafiran dan kesesatan serta keluar dari Islam, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"(Pembatas) antara seorang muslim dengan kemusrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim di da-lam kitab Shahihnya bersumber dari Jabir radhiyallahu 'anhu)
Dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Perjanjian antara kita dengan mereka (orang munafik) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka sesungguhnya ia telah kafir". (HR. Imam Ahmad dan Ashabus sunan dengan sanad shahih).
Ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menjelaskan tentang kedudukan shalat, kewajib-an memeliharanya dan mendirikannya sebagaimana yang disyari`atkan Allah serta peringatan keras terha-dap pengabaiannya sangat banyak. Maka kewajiban setiap muslim adalah memelihara (pelaksanaan)nya tepat pada waktunya dan mendirikannya sebagaimana yang disyari`atkan Allah bersama saudara-saudaranya di masjid-masjid, sebagai tanda kepatuhan kepada Allah Ta'ala dan rasulNya, dan agar terhindar dari murka Allah dan kepedihan adzabNya.
Dan apabila kebenaran dan dalil-dalinya telah jelas, maka tidak boleh bagi seorang pun menyim-pang darinya karena pendapat si Fulan atau si Fulan. Sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat ten-tang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa': 59)
Dan firmanNya:
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (An-Nur: 63).
Sudah tidak diragukan lagi bahwa shalat berja-a`ah itu mengandung faidah yang sangat banyak dan maslahat yang sangat jelas di antaranya adalah saling mengenal (ta`aruf ), saling menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, memberi dorongan kepada orang yang lalai, mengajar orang yang bodoh, mem-bongkar kemarahan orang-orang munafiq dan men-jauhi jalan mereka, menampakkan syi`ar-sy`iar agama kepada segenap hamba-hambaNya, berdakwah di jalan Allah dengan lisan amal, dan faidah lain yang masih banyak.
Sebagian orang ada yang bergadang di malam hari sehingga terlambat melakukan shalat Subuh, dan sebagian lagi ada yang meninggalkan shalat Isya`. Tentu, hal seperti itu merupakan kemungkaran besar dan tasyabbuh (meniru perbuatan) orang-orang munafiq, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditem-patkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan men-dapat seorang penolong pun bagi mereka. (An-Nisa: 145).
Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sa-ma, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang berbuat yang ma`ruf, dan mereka menggenggamkan tangannya, mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafiq itulah orang-orang yang fasiq. Allah mengancam orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan Neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah Neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka adzab yang kekal. (At-Taubah 67-68).
Dan Allah berfirman tentang mereka:
"Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melain-kan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak pula menaf-kahkan harta mereka, melainkan dengan rasa enggan. Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan memberi harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir. (At-Taubah-54-55).
Maka wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan waspada dari menyerupai (meniru-niru) orang-orang munafiq baik perbuatan, perkataan dan kemalasan mereka dalam menunaikan shalat dan pengabaian mereka dalam melakukan shalat Isya` dan Subuh dengan berjama`ah, agar tidak dihimpun ber-sama mereka.
Dalam riwayat hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ber-sabda:

" Shalat yang paling berat menurut orang-orang munafiq adalah shalat Isya` dan shalat Shubuh. Sekiranya mereka mengetahui pahala yang ter-kandung pada keduanya, niscaya mereka akan datang untuk melakukannya (secara berja-ma`ah) sekalipun dengan merangkak". (Muttafaq alaih).
Dan sabdanya:

"Barangsiapa meniru-niru (menyerupai) suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka". (HR. Imam Ahmad, bersumber dari Abdullah bin Umar shallallahu 'alaihi wasallam dengan sanad hasan).
Semoga Allah memberi taufiq kepadaku dan kepada pembaca menuju keridhaanNya dan kebaikan di dunia dan akhirat, dan semoga Dia melindungi kita dari kejahatan nafsu, amal-amal buruk kita dan dari perbuatan yang menyerupai orang-orang kafir dan munafiq. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

RISALAH KETIGA
HUKUM SHALAT DAN BERSUCI BAGI ORANG SAKIT

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, sha-lawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada nabi dan rasul yang termulia, nabi kita Muhammad, dan kepada keluarga serta segenap para shahabatnya, wa ba`du:
Berikut ini adalah uraian singkat yang berhu-bungan dengan beberapa hukum bersuci dan shalat bagi orang sakit.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan kewa-jiban bersuci untuk setiap shalat, karena sesungguh-nya menghilangkan hadats dan najis, baik pada tu-buh, pakaian atau tempat shalat, keduanya merupa-kan bagian dari syarat-syarat sahnya shalat. Maka apabila seorang muslim hendak melakukan shalat, ia wajib berwudhu (bersuci) dari hadats kecil, atau mandi terlebih dahulu jika ia berhadats besar. Dan sebelum berwudhu ia harus beristinja' (bersuci) dengan air atau beristijmar dengan batu jika kencing atau buang air besar, agar kesucian dan kebersihan menjadi sempurna.
Dan berikut ini uraian tentang berapa hukum yang berkaitan dengan hal di atas:
Bersuci dengan air dari apa saja yang keluar dari qubul atau dubur, seperti air kencing atau berak adalah wajib.
Dan tidak diwajibkan (kepada seseorang) ber-istinja karena tidur atau keluar angin (kentut), yang wajib baginya adalah berwudlu. Sebab, istinja' itu disyari`atkan untuk menghilangkan najis. Sementara, tidur dan keluar angin itu tidak ada najis.
Istijmar adalah pengganti istinja (bersuci) de-ngan air. Dan istijmar dengan batu atau sesuatu yang serupa dengannya. Dalam beristijmar harus meng-gunakan tiga buah batu yang suci dan bersih, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits shahihnya bersabda:

"Barangsiapa beristijmar hendaklah ia mengganjilkannya".
Dan beliu juga bersabda:

"Apabila seorang diantara kalian pergi kebela-kang untuk buang air besar, maka hendaklah membawa tiga batu, karena sesungguhnya hal itu cukup baginya" (HR. Abu Daud).
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang beristijmar dengan kurang dari tiga batu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Tidak boleh beristijmar dengan kotoran (manusia atau hewan), tulang atau makanan, atau apa saja yang haram.
Afdhalnya adalah beristijmar dengan batu atau apa saja yang serupa dengannya, seperti tissue dan lain-lain, kemudian diakhiri dengan air. Karena batu berfungsi menghilangkan materi najis, sedangkan air mensucikan tempat (najis). Maka yang demikian ini lebih suci.
Seseorang boleh memilih antara beristinja' dengan air atau beristijmar dengan batu dan benda yang serupa dengannya, atau menggabungkan antara keduanya.
Dari Anas radhiyallahu 'anhu bahwa dia berkata:
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah masuk ke jamban, dan aku bersama anak sebaya denganku memba-wa bejana berisi air dan tongkatnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beristinja dengan air itu". (Muttafaq alaih).
Dan dari `Aisyah radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata kepada sekelompok orang: "Suruhlah suami-suami kalian ber-suci dengan air, karena sesungguhnya aku malu kepada mereka, dan sesungguhnya Rasulullah radhiyallahu 'anhu selalu melakukannya". Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shahih".
Apabila memilih salah satunya, maka (dengan) air itu lebih afdhal, karena air dapat mensucikan tempat (najis) dan menghilangkan materi dan bekas najis. Air itu lebih sempurna dalam membersihkan. Dan seandainya memilih bersuci dengan mengguna-kan batu, maka boleh dengan syarat menggunakan tiga batu yang dapat membersihkan tempat (najis).
Jika tiga batu tidak cukup untuk (membersih-kan), maka ditambah satu atau dua lagi hingga tempat najis benar-benar bersih. Dan afdhalnya disudahi dengan hitungan ganjil, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Barangsiapa beristijmar hendaklah mengganjilkan".
Dan tidak boleh beristijmar dengan tangan kanan, karena Salman berkata di dalam haditsnya:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang siapa saja dari kami beristinja dengan tangan kanan".
Dan beliau bersabda:

" Jangan ada seorang di antara kamu memegang kemaluannya dengan tangan kanan di saat ia kencing, dan jangan pula mengusap (meng-lap) setelah buang air besar dengan tangan kanan".
Jika tangannya patah atau sakit atau karena hal lain, maka boleh beristijmar dengan tangan kanan, karena terpaksa, dan tidak apa-apa. Jika bersuci dengan melakukan keduanya, istijmar dan istinja dengan air, maka yang demikian itu lebih afdhal dan lebih sempurna.
Ajaran Islam (Syari`at Islam) dibangun berlan-dasan kemudahan dan keringanan, maka dari itulah Allah memberikan keringanan bagi orang-orang yang mempunyai udzur di dalam peribadatan sesuai dengan udzurnya, sehingga mereka dapat beribadah kepada-Nya tanpa kesulitan. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan". (Al-Hajj: 78).
Dan firmanNya:
"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Dia tidak menghendaki kesulitan bagimu". (Al-Baqarah: 185).
Dan firmanNya:
"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menu-rut kesanggupanmu". (At-Taghabun:16).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Apabila aku perintah kalian dengan sesuatu, maka lakukanlah ia sesuai dengan kemampuan kalian".
Dan beliau juga bersabda:

"Sesungguhnya agama itu mudah".
Orang sakit, apabila ia tidak memungkinkan bersuci dengan menggunakan air, seperti berwudhu dari hadits kecil atau mandi dari hadats besar, karena lemah atau khawatir akan bertambah parah atau kesembuhannya akan tertunda, maka ia boleh ber-tayammum, yaitu menepukkan kedua telapak tangan ke tanah yang suci satu kali, lalu menyapu mukanya dengan telapak jari-jari dan kedua tangan dengan telapak tangannya; karena Allah berfirman:
"Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu de-ngan tanah itu. (Al-Ma`idah: 6).
Orang yang tidak mampu menggunakan air kedudukannya (hukumnya) sama dengan kedudukan orang yang tidak memperoleh air, karena firman Allah Ta'ala:
"Bertaqwalah kalian kepada Allah menurut ke-mampuan kalian". (At-Taghabun: 16).
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada Ammar bin Yasir:

"Sesungguhnya cukup bagimu melakukan dengan kedua tanganmu seperti ini". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sam-bil menepukkan kedua tangannya ke tanah satu kali, lalu menyapukannya ke muka dan kedua telapak tangannya.
Dan tidak boleh bertayamum kecuali dengan tanah bersih yang berdebu.
Dan tayamum tidak sah kecuali dengan niat, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya amal ibadah itu (tergantung) dengan niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapat (pahala atau tidak) sesuai de-ngan niatnya".
Ada beberapa kondisi orang sakit dalam hal bersuci:
1. Apabila sakitnya ringan dan tidak dikhawatir-kan akan bertambah parah jika menggunakan air, atau penyakitnya tidak mengkhawatirkan dan tidak memperlambat proses penyembuhannya, atau tidak menambah rasa sakit, atau penyakit yang serius seperti pusing, sakit gigi atau penyakit lainnya yang serupa; atau orang sakit itu masih dapat mengguna-kan air hangat dan tidak berbahaya karenanya, maka dalam kondisi seperti itu ia tidak boleh bertayamum. Sebab tayamum itu dibolehkan untuk menghindari bahaya, padahal dalam kondisi seperti ini tidak ada sesuatu yang membahayakan; dan karena ia juga memperoleh air. Dengan demikian, ia wajib meng-gunakan air.
2. Jika ia mengidap penyakit yang dapat mem-bahayakan jiwanya, atau membahayakan salah satu anggota tubuhnya, atau penyakit yang mengkha-watirkan akan timbulnya penyakit lain yang dapat membahayakan jiwanya, atau membahayakan salah satu anggota tubuhnya atau mengkhawatirkan hilang-nya manfa`at, maka dalam kondisi seperti ini ia boleh bertayamum, karena Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu, se-sungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu". (An-Nisa': 29).
3. Jika ia mengidap penyakit yang membuatnya tidak dapat bergerak. Sementara, tidak ada orang yang mengantarkan air kepadanya, maka boleh bagi-nya bertayamum. Kalau dia tidak dapat bertayamum, maka ditayamumkan oleh orang lain. Dan jika tubuh, pakaian atau tempat tidurnya terkena najis, sementara ia tidak mampu menghilangkan atau bersuci darinya, maka ia diperbolehkan melakukan shalat dalam keadaan seperti itu. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Maka bertaqwalah kalian kepada Allah menu-rut kemampuan kalian".
Dan tidak boleh baginya menunda waktu shalat dalam keadaan bagaimanapun atau disebabkan keti-dakmampuannya bersuci atau menghilangkan najis.
4. Bagi orang yang luka parah, berbisul, patah tulang atau penyakit apa saja yang dapat mem-bahayakan dirinya bila menggunakan air, lalu junub, maka boleh bertayamum, karena dalil-dalil di atas; akan tetapi jika ia memungkinkan untuk mencuci bagian yang sehat dari tubuhnya, maka mencuci yang demikian itu wajib dan bagian yang lain disucikan dengan tayamum.
5. Apabila si sakit berada di suatu tempat yang tidak ada air dan tanah dan tidak ada orang yang mendatangkan kepadanya, maka harus shalat (tanpa wudhu atau tayamum), dan tidak ada alasan baginya untuk menunda waktu shalat, karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Maka bertaqwalah kalian kepada Allah menurut kemampuan kalian".
6. Bagi orang yang menderita penyakit beser (kencing terus menerus) atau pendarahan yang terus-menerus atau selalu buang angin, sedangkan pengobatan tidak pernah menyembuhkannya, maka ia wajib berwudhu pada setiap kali shalat sesudah masuk waktu, dan mencuci bagian tubuh atau pakaian yang terkena kotorannya, atau memakai pakaian bersih pada setiap kali shalat, jika hal itu memungkinkan; sebab Allah telah berfirman:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Al-Haj: 78).
Dan firmanNya:
"Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian". (Al-Baqarah: 185).
Dan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
"Apabila aku perintah kalian melakukan suatu perkara, maka lakukanlah ia menurut kemam-puan kalian".
Dan hendaklah ia mengambil sikap hati-hati untuk mencegah tersebarnya air seni atau darah ke pakaian, tubuh atau tempat shalatnya.
Dan diperbolehkan baginya sesudah shalat hingga habis waktunya untuk melakukan shalat sunnat apa saja atau membaca Al-Qur`an. Lalu apabila waktu telah habis, wajib berwudhu' lagi atau ber-tayamum jika tidak dapat berwudhu', karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh wanita yang menderita istihadhah (keluar darah terus menerus dari rahim-nya selain darah haid) agar berwudhu' pada setiap kali akan shalat wajib. Adapun air seni atau darah yang keluar pada waktu itu tidak apa-apa asalkan ia berwudhu' sesudah masuk waktu (shalat).
Jika pada anggota tubuh ada yang masih dibalut (pada anggota wudhu atau tubuh) maka cukup mengusap di atas pembalut tersebut pada saat berwudhu' atau mandi dan mencuci bagian anggota yang lainnya. Namun jika mengusap pembalut atau mencuci anggota yang dibalut itu membahayakan, maka cukup bertayamum pada tempat itu dan bagian yang tersisa dari anggota yang berbahaya bila dicuci.
Tayamum batal dengan setiap hal yang mem-batalkan wudhu' atau karena adanya kemampuan untuk menggunakan air atau karena adanya air, jika sebelumnya tidak ada air. Wallahu a`lam.
TATA CARA SHALAT ORANG SAKIT:
Para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang tidak mampu melakukan shalat dengan berdiri hen-daknya shalat sambil duduk, dan jika tidak mampu dengan duduk, maka shalat sambil berbaring dengan posisi tubuh miring dan menghadapkan muka ke kiblat. Disunnatkan miring dengan posisi tubuh miring di atas tubuh bagian kanan. Dan jika tidak mampu melaksanakan shalat dengan berbaring mi-ring, maka ia boleh shalat dengan berbaring telen-tang, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada `Imran bin Hushain:

"Shalatlah kamu sambil berdiri, dan jika kamu tidak mampu, maka sambil duduk, dan jika tidak mampu, maka dengan berbaring". (HR. Bukhari).
Dan Imam An-Nasa'i menambahkan:

"... lalu jika tidak mampu, maka sambil telentang".
Dan barangsiapa mampu berdiri, akan tetapi tidak mampu ruku` atau sujud, maka kewajiban berdiri tidak gugur darinya. Ia harus shalat sambil berdiri, lalu ruku' dengan isyarat (menundukkan kepala), kemudian duduk dan sujud dengan berisya-rat; karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"...Dan berdirilah karena Allah (dalam shalat-mu) dengan khusyu'.`". (Al-Baqarah: 238).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Shalatlah kamu sambil berdiri".
Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menu-rut kesanggupanmu". (At-Taghabun: 16).
Dan jika pada matanya terdapat penyakit, se-mentara para ahli kedokteran yang terpercaya menga-takan: "Jika kamu shalat bertelentang lebih memu-dahkan pengobatanmu", maka boleh shalat telentang.
Barangsiapa tidak mampu ruku` dan sujud, maka cukup berisyarat dengan menundukkan kepala pada saat ruku' dan sujud, dan hendaknya ketika sujud lebih rendah daripada ruku`.
Dan jika hanya tidak mampu sujud saja, maka ruku` (seperti lazimnya) dan sujud dengan berisyarat.
Jika ia tidak dapat membungkukkan pung-gungnya, maka ia membungkukkan lehernya; dan jika punggungnya memang bungkuk sehingga seolah-olah ia sedang ruku`, maka apabila hendak ruku`, ia lebih membungkukkan lagi sedikit, dan di waktu sujud ia lebih membungkukkan lagi semam-punya hingga mukanya lebih mendekati tanah se-mampunya.
Dan barangsiapa tidak mampu berisyarat de-ngan kepala, maka dengan niat dan bacaan saja, dan kewajiban shalat tetap tidak gugur darinya dalam keadaan bagaimanapun selagi ia masih sadar (ber-akal), karena dalil-dalil tersebut di atas.
Dan apabila ditengah-tengah shalat si penderita mampu melakukan apa yang tidak mampu ia lakukan sebelumnya, seperti berdiri, ruku`, sujud atau ber-isyarat dengan kepala, maka ia berpindah kepadanya (melakukan apa yang ia mampu) dengan meneruskan shalat tersebut.
Dan apabila si sakit tertidur atau lupa melaku-kan shalat atau karena lainnya, ia wajib menunaikan-nya di saat ia bangun atau di saat ia ingat, dan tidak boleh menundanya kepada waktu berikutnya. Seba-gaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa tertidur atau lupa melakukan shalat, maka hendaknya ia menunaikannya pada saat ia ingat, tidak ada tebusan lain baginya kecuali hanya itu". Lalu beliau mem-baca firman Allah: "dan dirikanlah shalat untuk mengingatKu". (Thaha: 14).
Tidak boleh meninggalkan shalat dalam keada-an bagaimanapun; bahkan setiap mukallaf wajib bersungguh-sungguh untuk menunaikan shalat pada hari-hari sakitnya melebihi hari-hari ketika ia sehat. Jadi, tidak boleh baginya meninggalkan shalat wajib hingga lewat waktunya, sekalipun ia sakit selagi ia masih sadar (kesadarannya utuh). Ia wajib menunai-kan shalat tersebut menurut kemampuannya. Dan apabila ia meninggalkannya dengan sengaja, sedang-kan ia sadar (masih berakal) lagi mukallaf serta mampu melakukannya, walaupun hanya dengan isyarat, maka dia adalah orang yang berbuat dosa. Bahkan ada sebagian dari para Ahlul `ilm (ulama) yang mengkafirkannya berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

"Perjanjian antara kita dengan mereka (orang munafiq) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka kafirlah ia".
Dan sabdanya:
"Pokok segala perkara adalah Al-Islam, tiangnya Islam adalah shalat dan puncak Islam adalah jihad di jalan Allah"
Begitu pula sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:
"(Pembatas) antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat" (HR. Muslim di dalam Shahih-nya).
Dan pendapat ini yang lebih shahih, sebagai-mana yang dijelaskan di dalam ayat-ayat Al-Qur'an tentang shalat dan hadits-hadits tersebut.
Dan jika ia kesulitan untuk melakukan shalat pada waktunya, maka boleh menjama' antara shalat Zhuhur dengan shalat Ashar dan shalat Maghrib dengan shalat Isya', baik jama' taqdim maupun jama' ta'khir, sesuai kemampuannya. Dan jika ia mau boleh memajukan shalat Asharnya digabung dengan shalat Zhuhur atau mengakhirkan Zhuhur bersama Ashar di waktu Ashar. Atau jika ia menghendaki, boleh mema-jukan Isya' bersama Maghrib atau mengakhirkan Maghrib bersama Isya'. Adapun shalat Subuh, (tetap dilakukan seperti biasa) tidak bisa dijama' dengan shalat sebelum atau sesudahnya, karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya.
Inilah hal-hal yang berhubungan dengan orang sakit dalam bersuci dan melakukan shalat.
Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. semoga menyembuhkan orang-orang sakit dari kaum muslim dan menghapus dosa-dosa mereka, dan mengaruniakan ma`af dan afiat kepada kita semua di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

MACAM-MACAM SHALAT


1. Shalat Fardu ( shalat lima waktu)

Shalat yang di wajibkan bagi tiap-tiap orang islam yang dewasa dan berakal ialah lima kali sehari semalam yaitu dzuhur, asar, magrib, isya, subuh. Mula-mulanya turun perintah wajib shalat ialah pada malam isra’ setahun sebelum hijriah.

2. Shalat Qasar dan Jamak.

Shalat ini adalah shalat yang di khususkan untuk orang yang sedang dalam perjalanan (musyafir) shalat ini di sebut juga dengan shalat syafar.

3. Shalat Jum’at

Shalat jum’at adalah shalat dua rakaat sesudah khotbah yang di kerjakan pada waktu dzuhur pada hari jum’at

4. Shalat Sunat.

Yang di maksud dengan shalat sunat adalah semua shalat selain dari shalat fardu. Diantaranya :

  1. shalat hari raya ( ‘id)
  2. shalat istisqa
  3. shalat khusuf
  4. shalat sunat rawatib
  5. shalat tahyatul masjid
  6. shalat duha
  7. shalat witir
  8. shalat tarwih
  9. shalat istikharah
  10. shalat mutlaq

CARA PELAKSANAAN

  1. shalat fardu
  1. shalat dzuhur

awal waktunya adalah setelah tergelincir mata hari dari pertengahan langit , akhir waktunya adalah apabila bayang-bayang sesuatu telah sama dengan penjangnya. Jumlah rakaatnya adalah 4 rakaat.

  1. shalat asar

waktunya di mulai dari habis waktu dzuhur sampai terbenam matahari. Jumlah rakaatnya adalah 4 rakaat

  1. shalat magrib

waktu pelaksanaan shalat magrib adalah dari terbenamnya matahari sampai sebelum hilang syafaq. Jumlah rakaatnya adalah 3 rakaat.

  1. shalat isya

waktu pelaksanaannya adalah mulai dari terbenamnya syafaq sampai terbit fajar (masuk waktu shalat subuh) jumlah rakaatnya adalah 4 rakaat.

  1. shalat subuh

waktu pelaksanaannya mulai dari terbit fajar kedua sampai terbit matahari.

Shalat yang lebih baik adalah shalat yang di kerjakan pada awal masuk waktu shalat dan haram mentakhirkan (malalaikan) shalat sampai habis waktu shalat. Allah swt barfirman dalam Q.s al-ma’un yang artinya “maka kecelakaanlah bagi orang-orangyang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.

  1. Shalat Qasar Dan Jamak

Shalat qasar artinya shalat yang di ringkas bilangan rakaatnya yaitu di antara shalat fardu yang lima yang semestinya 4 rakaat di jadikan 2 rakaat.saja. shalat fardu yang boleh di qasar adalah dzuhur, asar, dan isya.sedangkan magrib dan subuh tetap sebagaimana biasanya.

Shalat jamak artinya shalat yang di kumpulkan. Maksudnya adalah 2 shalat fardu di kerjakan dalam satu waktu contoh shalat magrib dan isya di kerjakan pada waktu marib atau isya. Hokum shalat jamak “boleh “ bagi orang yang dalam perjalanan. Shalat yang boleh di jamak hanya antara dzuhur dan asar dan antara magrib dan isya sedangkan subuh tetap pada waktunya sendiri.

Shalat jamak di bagi pada dua macam yaitu jamak taqdim (terdahulu) yaitu shalat dzuhur dan asar di kerjakan pada waktu dzuhur.dan jamak takhir ( terkemudian) yaitu shalat dzhur dan asar di kerjakan pada waktu asar.

Dasar hukumnya adalah Q.s AN-NISA’ 101

Yang artinya “ dan apabila kamu bepergian di muka bumi maka tidaklah mengapa bagimu mengqasar shalatmu, jika kamu takut di serang oleh orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.

  1. Shalat jum’at

Shalat jum’at adalah shalat dua rakaat sesudah khutbah yang di kerjakan pada waktu dzuhur pada hari jum’at. Hukum shalat jum’at adalah fardu ‘ain artinya wajib atas setiap laki-laki dewasa yang beragama islam, merdeka.

Cara pelaksanaannya adalah

    1. handaklah di laksanakan di dalam negri yang penduduknya menetap, yang telah di jadikan watan.
    2. berjaah, karena rasulullah tidak pernah melakukan shalat jum’at sendiri-sendiri.
    3. dikerjakan pada waktu shalat dzuhur
    4. di dahului dua khutbah.
  1. salat sunat

  1. shalat ‘id (hari raya)

Shalat ‘id ada dua yaitu shalat ‘idul fitri yaitu shalat yang di kerjakan pada 1 syawal dan shalat ‘idul adha yaitu shalat yang di kerjakan pada 10 dzulhujjah.

Jumlah rakaat shalat ‘id ini adalah 2 rakaat dan pada rakaat terdapat 7 tabir dan rakaat ke dua terdapat 5 takbir.

  1. shalat istisqa ( maminta hujan)

caranya ada tiga bantuk

  1. sekurang-kurangnya berdo’a saja baik sendiri-sendiri maupun berjamaah. Rasulullah saw pernah maminta hujan hanya dengan berdo’a saja.
  2. Berdo’a di dalam khutbah jum’at. Ini juga pernah di lakukan oleh rasulullah.
  3. Yang sempurna hendaklah dengan shalat dua rakaat.

Sebelum melaksanakan shalat istisqa hendaklah salah seorang yang pandai diantara mereka memberi nasehat supaya mereka bertaubat dari segala kesalahan dan berhenti dari kezaliman, serta menyuruh mereka beramal kebaikan karena perbuatan yang tidak baik itu merupakan penyebab hilangnya rezeki dan penyebab kemurkaan allah, sedangkan amal kebaikan itu merupakan penyebab keridaan allah.

  1. shalat khusuf

Shalat khusuf adalah shalat yang di kerjakan karena terjadinya gerhana baik itu gerhana bulan ataupun gerhana matahari

shalat khusuf ini boleh di lakukan secara bejamaah dan boleh juga di lakukan secara sendiri-sendiri. Caranya :

  1. sekurang-kurangnya dua rakaat sebagaimana shalat sunat lainnya.
  2. Dilakukan dua rakaat, membaca al-fatihah dan surah dua kali setiap rakaat dan melakukan ruku’ dua kali pada setiap rakaat.

Bacaan shalat khusuf di baca dengan nyaring (keras). Dan sesudah shalat khusuf di sunatkan berkhotbah memberi nasihat kepada umum tentang apa-apa yang menjadi kepentingan pada waktu itu; menyuruh orang-orang taubat (menyesali) dari pekarjaan yang salah yang mereka perbuat selama ini, dan juga menyeru mereka beramal kebaikan, seperti bersedekah, berdo’a, dan minta ampun dari segala dosa yang mereka perbuat selama ini.

  1. shalat sunat rawatib.

Shalat sunat rawatib adalah shalat sunat yang mengikuti shalat fardu yang lima.dikerjakan sesudah ataupun sebelum shalat fardu.

Sunat rawatib muakkad yaitu:

  1. dua rakaat sebelum subuh
  2. dua rakaat sebelum dzuhur
  3. dua rakaat sesudah dzuhur
  4. dua rakaat sesudah magrib
  5. dua rakaat sesudah isya.

  1. Shalat tahyatul masjid

Shalat tahyatul masjid adalah shalat menghormati mesjid. Shalat ini di sunatkan bagi orang yang masuk kedalam masjid, sebelum ia duduk, yaitu sebanyak dua rakaat.

  1. shalat duha.

Shalat duha adalah shalat dua rakaat atau lebih, sebanyak-banyaknya 12 rakaat. Shalat ini di kerjakan pada waktu duha, yaitu waktu matahari naik setinggi tombak, kira-kira pukul 8 atau pukul 9 sampai tergelincir mata hari.

  1. shalat witir

Shalat witir artinya shalat ganjil (satu, tiga, lima dan seterusnya). Boleh memberi salam setiap dua rakaat, dan yang terakhir boleh di lakukan satu atau tiga rakaat. Kalau di kerjakan tiga rakaat jangan membaca tasyahud awal agar tidak serupa dengan shalat magrib. Waktu pelaksanaannya yaitu setelah melakukan shalat isya sampai terbit fajar.

  1. shalat tarwih

Shalat tarwih ialah shalat malam yamg dilakukan pada malam bulan ramadhan, hukumnya sunat muakkad. Boleh di kerjakan sendiri-sendiri dan boleh juga secara berjamaah. Waktunya yaitu sesudah shalat isya sampai terbit fajar (waktu subuh).

Jumlah rakaat shalat tarwih itu bermacam-macam dilakukan umat islam sejak masa rasul sampai masa sahabat. Yaitu diantaranya delapan, dua puluh, tiga puluh enam.

Menurut riwayat ahli hadis, selama hidupnya rasulullah saw tiga kali shalat tarwih di mesjid bersama-sama dengan orang banyak yaitu pada malam tanggal 23, 25 dan 27 ramadhan. Sesudah itu beliau tidak lagi shalat tarwih berjamaah karena beliau takut shalat itu dijadikan wajib atas mereka dikemudian hari. Jumlah rakaat yang beliau kerjakan bersama-sama dengan orang-orang itu ialah delapan rakaat

  1. shalat istikharah

Shalat istikharah artinya shalat meminta petunjuk yang baik. Umpamanya seseorang akan mengerjakan suatu pekerjaan penting, sedangkan ia masih ragu-ragu, apakah pekerjaan itu baik untuk dia atau tidak. Ketika itu disunatkan baginya shalat istikharah dua rakaat, sesudah itu berdoa, meminta petunjuk kepada Allah atas pekerjaan yang masih diragukan itu.

  1. Shalat sunat mutlaq

Shalat sunat mutlaq artinya shalat sunat yang tidak ditentukan waktunya dan tidak ada sebabnya. Jumlah rakaatnyapun tidak ada batas berapa saja. Dua rakaat atau lebih.

Dasar hukumnya adalah hadits nabi adalah yang artinya “shalat itu adalah suatu perkara yang terbaik banyak ataupun sedikit.

DASAR HUKUM SHALAT

  1. firman allah

Q.s al-ankabut

Artinya : dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbbuatan) keji dan mungkar. (al-ankabut)

Q. s al-jum’ah

Artinya : hai orang-orang yang beriman, apabila di seru untuk menunaikan shalat pada hari jum’at maka bersegeralah kamu kepada mengingat allah dan tinggalkanlah jual beli. (Al- jum’ah : 9)

Q. S AN-nisa’

Artinya : dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqasar shalat (mu) jika kamu takut di serang oleh orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu. (an-nisa’ :101)

  1. hadits nabi

Artinya: suruhlah olehmu anak-anakmu itu untuk shalat, apabila ia sudah berumur 7 tahun. Apabila ia sudah berumur 10 tahun hendaklah kamu pukul jika ia meninggalkan shalat.

Kemudian hadits yang lain mengatakan :

Artinya: telah bercerita ya’labbin umyyah” saya telah berkata kepada umar, allah telah berfirman jika kamu takut, sedangkan sekarang telah aman (tidak takut lagi) uar menjawab, saya heran juga sebagaimana engkau, maka saya tanyakan kepada rasulullah saw dan beliau menjawab : shalat qasar itu sedekah yang di berikan allah kepada kamu maka terimalah olehmu sedekahnya (pemberiannya)

dan yang lainnya mengatakan sbb:

Artinya : shalat jum’at itu hal yang wajib di kerjakan oleh tiap-tiap orang islam,secara berjamaah. Kecuali 4 macam orang 1, hamba sahaya yang di miliki 2, peremppuan 3, anak-anak 4, orang sakit.