Selasa, 12 Juli 2011

Bimbingan dan Konseling Dalam Pendidikan.

A. Urgensi Bimbingan dan Konseling

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseling, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).

Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang kearah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut. Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku.

Pelayanan bimbingan dan konseling bisa dilakukan dalam setting lembaga pendidikan ( sekolah atau madasah), keluarga, masyarakat, organisasi dan lain sebagainya. Berbagai macam perilaku peserta didik pada saat sekarang ini seperti tawuran, penyalah gunaan obat-obatan terlarang, penyimpangan seksual, rusaknya moral, pencapaian hasil belajar yang tidak memuaskan, tidak lulus ujian, gagal UAN dan lain sebagainya. Hal ini mengindikasikan perlu adanya upaya pendekatan selain proses pembelajaran guna memecahkan berbagai masalah tersebut. Upaya tersebut adalah melalui pendekatan bimbingan dan konseling yang dilakukan diluar situasi proses pembelajaran.

B. Mengapa Bimbingan dan Konseling Dipendidikan.

Beberapa alasan mengapa pelayanan bimbigan dan konseling diperlukan dalam dunia pendidikan terutama dalam lingkup sekolah atau madrasah adalah sebagi berikut:

1. Perkembangan ilmu penetahuan dan teknologi (IPTEK)

Perkembangan ini yang sedemikian cepat menimbulka perubahan-perubahan dala berbagai sendi kehidupan seperti social, budaya, politik, ekonomi dan lain sebagainya. Di datu sisi, perkembangan IPTEK juga berdampak pada berkembangnya sejumlah karier atau jenis lapangan pekerjaan tertentu. Di sisi lain, perkembangan IPTEK akan membawa dampak pada timbulnya masalah hubungan sosial, tenaga ahli, lapangan pekerjaan, pengangguran dan lain sebagainya.

Berbagai problem yang amat kompleks sebagai akibat perkembangan IPTEK seperti disebutkan diatas, juga berpengaruh dala dunia pendidikan khususnya dalam lingkup sekolah dan madrasah. Oleh karena itu, lembaga pendidikan tidak dapat melepaskan diri dari situasi kehidupan seperti dikemukakan diatas, dan memiliki tanggung jawabuntuk membantu pra siswa baik sebagai pribadi mupun sebagai calon anggota masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah termasuk madrasah bertanggung jawab mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu (berhasil) menyesuaikan diri didalam masyarakat dan mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Melalui kegiatan pembelajran didalam kelas, sekolah (madrasah) blum cukup untuk menyiapkan peserta didik untuk terjun kemasyarakat secr berhasil. Peserta didik hendaknya dibantu agar apa yang merek terima dari sekolah dapat menjadi bekal guna menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan mampu menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya. Dalam kondisi seperti itu layanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan.

2. Makna dan fungsi pendidikan

Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan berkaitan erat dengan hakikat makna dan fungsi pendidikan dalam keseluruhan aspek pendidikan. Selain itu, kebutuhn layanan pendidikan juga berkaitn erat dengan pandangan akan hakikat dan karakteristik peserta didik. Hdirnya layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan adalah apabila kita memandang bahwa pendidikn merupakan upaya untuk mencapai perwujudan manusia secar keseluruhan (kaffah).

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar untuk pengembangan kepribadian yang berlangsung seumur hidup baik disekolah maupun madrasah. Pendidikan juga bermakna proses membantu individu baik jasmani dan rohani kearah terbentuknya kepribadian utama (berkualitas). Makna dari pernyataan diatas adalah bahwa inti tujuan pendidikan adalah terwujudnya kepribadian yang optimal dari setiap peserta didik. Tujuan ini pulalah yang ingin dicapai oleh layanan bimbingan dan konseling. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap kegiatan pendidikan hendaknya diarahkan untuk tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai potensi dan karkteristiknya masing-masing. Guna mewujudkan pribadi yang berkembang optimal, kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh dan meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap peserta didik secara pribadi memperoleh layanan sehingga akhirnya dapat berkembang secara optimal. Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan yaitu membantu setiap pribadi peserta didik agar berkembang secara optimal.

3. Guru

Tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai pendidi adalah mendidik sekaligus mengajar, yaitu membntu peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Dalam proses pembelajaran tugas utama guru selain sebagai pengjar juga sebagai pembimbing. Guru hendaknya memahami semua aspek pribadi peserta didik baik pisik maupun psikis dan dapat mengenal dan memahami tingkat perkembangan peserta didiknya yang meliputi kebutuhan, pribdi, kecakapan, kesehatan mentalnya, dan lain sebagainya. Perlakuan bijaksana akan muncul apabila guru benar-benar memahami seluruh aspek kepribadian peserta didiknya.

Berkenaan dengan peran guru sebagai direktur pembelajaran, guru hendaknya senantiasa berusaha untuk menumbuhkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Untuk itu guru haru mampu:

a. Mengenal dan memahami setiap siswa baik sebagai individu maupun kelompok.

b. Memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses pembelajaran

c. Memberikn kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapt belajar sesui dengan karakteristik pribadinya

d. Membantu (membimbing) setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya

e. Menilai keberhasilan siswa

Guna mewujudkan fungsi dan peran diatas, merupakan suatu keniscayaan bagi setiap calon guru dan guru untuk menguasai bimbingan dan konseling.

4. Factor psikologis

Dalam pross pendidikan disekolah termasuk madrasah, siswa merupakan pribadi-pribadi dan berd dalam proses perkembangan siswa memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksi dengan lingkungannya. Terdapat perbedaan individual antara siswa yang satu dengn yng lainnya. Selain itu, siswa sebagai pelajar, senantiasa terjadi perubahan prilaku sebagai akibat hsil proses belajar yang telah dilakukan oleh siswa.

Beberapa masalah psikologis yang menjadi latar belakang perlunya layanan bimbingan dan konseling disekolah dan madrasah yaitu:

a.Masalah perkembangan individu

Siswa yang dibimbing merupakn individu yang sedang berada dalam proses perkembangan menuju kedewasaan. Agar tercapai perkembangan yang optimal memerlukan asuhan yang terarah. Asuhan guna mencapai tingkat perkembangan yang optimal bias dilakukan melalui proses pendidikan dan pembelajaran, sedangkan bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu didalm memperoleh penyesuaian diri sesuai dengan tingkat perkembangannya.

b. Masalah perbedaan individu

Tidak ada dua orang individu yang sama dalam aspek-aspek pribdinya. Individu yang satu berbeda dengan yang lainnya. Disekolah dan dimadrasah masalah perbedaan individu (siswa) tanpak dengan jelas seperti adanya siswa yang pintar atau yang cerdas, cepat dan lambat dalam dalam belajar, berbakat, kreatif, dan lain sebagainya. Kenyataan ini akan membawa konsekuensi dalam pelayanan pendidikan kepada para siswa, terutama yang menyangkut bahan ajar, metode, media, evaluasi, dan lain sebagainya. Selain itu, perbedaan individu juga bias menimbulkan masalah bagi siswa itu sendiri maupun bagi lingkungannya.

c. Masalah kebutuhan individu

Selain berada dalam hal perkembangannya, siswa disekolah atau madrasah juga berbeda dalam kebutuhannya. Tingkahlaku individu berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhannya, artinya dalam rangka memenuhi kebutuhan, akan muncul prilaku tertentu dari individu. Apabila individu mampu memenuhi kebutuhannya ia akn merasa puas, sebaliknya apabila ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya akan menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun lingkungannya.

d. Masalah penyesuaian diri

Individu harus menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungannya baik disekolah, dirumah, maupun ditengah-tengah masyarakat. Apabila individu tidak mampu menyesuaikan diri, maka akan timbul banyak masalah. Demikian juga halnya siswa harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah atau madrasah. Tidak semua siswa mampu menyesuaikan diri ecara cepat dn baik dengan lingkungannya. Selain itu siswa yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri secara baik berpeluang untuk mengalami kegagalan dalam proses pendidikan dan pembelajarannya. Dalam kondisi seperti itu, sekolah dan madrasah hendaknya memberikan bantuan agar setiap siswa dapat menyesuaikan diri secara baik.

e. Masalah belajar

Kegiatan belajar merupakan inti dari kegiatan proses pendidikan secara keseluruhan disekolah dan dimadrasah. Siswa sebagai pelajar akan banyak dihadapkan pada persoalan-persoalan belajar. Diantara masalah-masalah belajar yang dihadapi siswa meliputi: pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar yang tepat, menggunakan buku-buku pelajaran, belajar berkelompok, memilih mata pelajaran yang cocok, memilih study lanjutan, kesulitan konsentrasi, mudah lupa, mempersiapkan ujian, dan lain sebagainya.

C. Masalah-Masalah Siswa

Sekolah dan madrasah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar berhasil dalam belajar. Untuk itu sekolah dan madrasah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar siswa. Dalam kondisi seperti ini, pelayanan bimbingan dan konseling sekolah dan madrasah sangat penting untuk dilaksanakan guna membantu siswa mengatsi berbagai masalah yang dihadapinya.

Secara umum masalah-masalah yang dihadapi oleh individu khususnya oleh siswa disekolah dan madrasah shingga memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling adalah:

  1. Masalah-masalah pribadi
  2. Masalah belajar (masalah-masalah yang menyangkut pembelajaran)
  3. Masalah pendidikan
  4. Masalah karier atau pekerjaan
  5. Penggunaan waktu senggang
  6. Masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.[1]

Refrensi :

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007


RASMUL QUR`AN

A. Pengertian Rasmul Qur`an

Istilah Rasmul Qur`an terdiri dari dua kata yaitu rasm dan Al-Qur`an. Kata rasm bentuk tulisan. Dapat juga diartikan dengan `atsar dan `alamah. Sedangkan Al-Qur`an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan perantaraan malaikat jibril, ditulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada umat manusia secara mutawatir (oleh banyak orang) dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatiha dan diakhiri dengan surat An-Nas.

Dengan demikian, rasm Al-Qur`an berarti bentuk tulisan Al-Qur`an. Para ulama lebih cenderung menamakannya dengan istilah rasmul mushaf. Adapula yang menyebutnya rasmul Utsmani karena Khalifah Utsmanlah yang merestui dilakukannya penulisan Al-Qur`an. Rasmul mushaf merupakan ketentuan atau pola yang digunakan oleh Utsman bin Affan beserta sahabat-sahabat lainnya dalam penulisan Al- Qur`an yang berkaitan dengan susunan huruf-hurufnya yang terdapat dalam mushaf-mushafyang dikirim ke berbagai daerah dan kota serta mushaf Al-Iman yang berada ditangan khalifah Utsman bin Affan itu sendiri.

B. Pendapat ulama tentang Rasmul Qur`an

Ada beberapa pendapat tentang rasmul Qur`an berkaitan dengan permasalahan, apakah rasmul Qur`an merupakn tauqifi (ketetapan) dari Nabi Muhammad saw, atau bukan. Ada dua pendapat dari kalangan ulama mengenai permasalahan ini yaitu:

1. menurut Ibnu Mubarak rasmul Qur`an adalah tauqifi dan metode penulisannya dinyatakan sendiri oleh Rasulullah saw. Pendapat ini dianut dan dipertahankan oleh Ibnu Mubarak yang sependapat dengan gurunya Abdul Azis ad-Dabbagh. Ia menyatakan bahwa, tidak seujung rambutpun huruf Al-Qur`an yang ditulis atas kehendak seorang sahabat nabi atau yang lainnya.

Rasmul Qur`an adalah taufiqi dair nabi Muhammad saw, yakni atas dasar petunjuk dan tuntunan langsung dari Rasulullah saw. Beliaulah yang menyuruh mereka (baca, para sahabat) untuk menulis rasmul Qur`an itu dalam bentuk yang dikenal sampai sekarang. Termasuk tambahan huruf “alif” dan pengurangannya, yaitu rahasia yang di khususkan Allah swt, bagi kitab suci Al-Qur`an suatu kekhususan yang tidak diberikan kepada kitab-kitab suci lainnya. Sama halnya dengan susunan Al-Qur`an itu mu`jiz (membuat lawan tak berdaya), maka rasmul Qur`an juga mu`jiz.[1]

Pendapat tersebut dadasarkan pada suatu riwayat bahwa Nabi Muhammad saw, pernah bersabda kepada Muawiyah, salah seorang pencatat wahyu, “Goreskan tinta, tegakkan huruf ya`, bedakan sin, jangan kamu miringkan mim, baguskan tulisam lafal Allah, panjangkan Ar-Rahman, baguskan Ar-Rahim dan letakkanlah penamu pada telinga kirimu; karena yang demikian akan lebih adapat mengingatkan kamu”.[2]

Atas dasar tersebut, maka Al-Zarqani didalam kitabnya Manahilul `Irfan berpendapat bahwa tidak ada salahnya memandang beberap keistimewaan rasmul Qur`an sebagai petunjuk tentang adanya makna rahasia yang sangat halus.[3] Seperti penambahan “ya`” dalam penulisan kata “aydin” yang tedapat dalam firmannya, dalam surat Adz-Dzariyat ayat 47 yang berbunyi:

Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa”

Ayat ini merupakan asyarat bagi kehebatan kekuatan Allah yang dengannya dia membangun langit, dan bahwa kekuatan-Nya itu tidakdapat disamai, ditandingi oleh kekuatan yang manapun.berdasarkan kaidah yang masyhur, “penambahan huruf dalam bentuk kalimat menunjukkan penambahan makna”.

Pendapat ini sama sekali tidak bersumber bahwa rasm itu bersifat tauqifi. Tetapi sebenarnya para penulislah yang mempergunakan istilah dan cara tersebut pada masa Utsman atas izinya, dan bahkan utsman telah memberikan pedoman pada mereka, dengan perkataannya kepada tiga orang Quraisy, “jika kalian (bertiga) berselisih pendapat dengan zaid bin Tsabit mengenai penulisan sebuah lafal Al-Qur`an, maka tulislah menurut logat Quraisy, karena ia diturunkan dalam logat mereka”. Ketika mereka berselisih pendapat dalampenulisan tabut, Zaid bin Tsabit mengatakan; tabuh, tetapi beberapa orang dari Quraisy mengtakan; Tabut, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Utsman,Utsman mengatakan, “Tulislah Tabut karena Al-Qur`an diturunkan dalam bahasa Quraisy”.[4]

2. sedangkan QadhiAbu al-Baihaqi berpandangan bahwa rasmul Qur`an tersebut tidak masuk akal kalau dikatakan tauqifi.ia mengatakan bahw mengenai tulisan Al-Qur`an, Allah swt, sama sekali tidak mewajibkan kepada umat islam dan tidak melarang para penulis Al-Qur`an untuk menggunakan rasm selamaitu (baca; Utsman bin Affan). Yang dikatakan kewajiban hanyalah diketahui dari berita-berita yang didengar.

Kewajiban itu tidak terdapat dalam nash Al-Qur`an maupun hadits Nabi Muhammad saw. Tidak ada petunjukkhusus yang mengisyaratkan bahwa penulisan rasmul Qur`an dan pencatatan srta penulisan hanya dilakukan dalam bentuk khusus atau dengan cara tertentuyang tidak boleh ditinggalkan, demikian pula dengan ijma` (kesepakatan)ulama. Bahkan sunnah Rasulullah saw,memberikan isyarat bahwa dibolehkannya penulisan Al-Qur`an dengan rasm yang paling mudah. Karena Rasulullah saw, memerintahkan penulisannya tanpa menjelaskan bentuk tulisan (baca;rasm) tertentu dan beliau tidak melarang siapapun yang menulis Al-Qur`an. Sehingga bentuk tulisan mushafpun berbeda-beda. Maka sangatlah memungkinkan Al-Qur`an ditulis dengan huruf Kufi dan huruf dizaman kuno. Setiap orang boleh menulis mushaf dengan cara yang sudah lazim dan menjadi kebiasaannya atau dengan caranya sendiri yang menurutnya paling mudah dan paling baik.

Subhi as-Shalih tidak sependapat dengan pendapat kedua yang dipelopori oleh oleh Baihaqi, tentang dibolehkannya menulis rasmul Qur`an secara berlainan. Sbhi as-Shalih sependapat dengan al-Izz bin Abdus-Salam yang mengatakanbahwa dewasa ini penulisan mushaf tidak boleh berdasarkan rasm kuno yang telah disepakati oleh para imam masa lalu.

Tulisan arabmenurut teori terpopuler di kalanganserjan barat bahwa berasal dari tulisan kurfi Nabthi (Nabathen), yang trasformasikan kedalam karakter tulisan arab pada abad IV atau V. proses transformasi ini kemungkinan berlangsung diMadyan atau dikerajaan Gassanid(Gasaniyah). Dibawah pengaruh perniagaan , tulisan ini kemudian menyebar keutara dan selatan. Pada permulaan abad IV,telah masuk didaerah Siria utara dan mencapai puncak keberhasilan penyebarannya yang sama kedaerah-daerah yang menggunakan bahasa Arab utara,khususnya di Mekkahataupun di Madinah.

Sedangkan dikalangn sejarawan Arab, mereka berpandangan bahwa ulisan Arab tersebut berasal dari Hirah sebuah kota didekat Babiloni dan Anbar sebuah kota di Eufrat, sebelah Barat Laut kota Baghdad sekarang. Dikisahkan bahwa tulisan Arab sampai ke Mekkah melalui Harb ibn Umaiyah ibn Abd as-Syams yang mempelajari dari orang-orang tertentu yang ditemuinya dalam perjlanan-perjalanannya. Salah satu diantaranya adalah Bisyr Abd, Al-Malik yang dating ke Mekkahsembari mengajari sejumlah orang Mekkah tulis-menulis.

Dalam riwayat yang laindisebutkan bahwa, ketika orang-oarang hijrah ditanya dari mana mereka memperoleh pengetahuan tentang tulis-menulis Aksara Arab tersebut, mereka menjawab dari penduduk al-Anbar. Terdapat dua jenis tulisan Arab yang disebut khat Hijasi yang berkembang ketika itu yaitu:

1. Khat Khufi, dinamakan Khufi karena dinisbahkan pada kota Kufah tempat berkembang dan disempurnakannya kaidah-kaidah penulisan Aksara tersebut. Bentuk tulisan inisangat mirip dengan tulisan orang-orang Hirah yang bersumber dari tulisan Suryani (Siriak). Kaht Khufi digunakan saat itu adalah antara lain untuk menyalin Al-Qur`an.

2. kaht Nasakhi yang bersumber dari bentuk tulisan Nabthi. Bentuk Khat ini biasanya digunakan dalam surat-menyurat. Namun teori tantang asal usul kedua bentuk tulisan ini tidak begitu diterima oleh sejarawan Arab, yang melihat bahwa tulisan musnad yang bersumber dari tulisan Arami(Aramaik) yang masuk e Hijaz melalui Yaman merupakan bagian dari rangkaian tulisan Arab.

Apabila disepakatibahwa bentuk dan ragam tulisan adalah produk budaya manusia yang berkembang selaras dengan perkembangan manusia,maka permasalahannya adalah apakah suatu bentuk tulisan memiliki sangsi Ilahi atau meskikah ia pertahankan karena merupakan consensus masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu adalah permasalahan yang terlalu sepele dan tak perlu diperdebatkan. Bentuk aksara primitive Arab yang digunakan untuk menyalin mushaf Utsman telah membuka peluang untuk pembacaan teks mushaf tersebut secara beragam, dapat dilacak pada berbagai perbedaan bacaan yang eksis dalam bacaan (qira`at)yang tujuh ataupun berbagaibacaan non Utsmani lainnya.

C. Kaitan antara rasmul Qur`an dengan qira`at

Qira`at adalah jamak dari qira`ah artinya bacaan. Ia adalah masdar dari Qara`a. dalam istilah keilmuan qira`at adalah salah satu madzhab pembacaan Al-Qur`an yang dipakai salah seorang imam qurra sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya. Qira`at ini didasarka kepada sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah saw. Periode Qurra`yang mengajarkan bacaan Al-Qur`an kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing adalah dengan berpedoman kepada masa para sahabat. Diantara para sahabat yang terkenal mengajarkan qira`at adalah Ubay, Ali, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas`ud, Abu Musa Al-Asy`arid an lain-lain. Darimereka itulh sebagian besar sahabat dan Tabi`in diberbagai negeri belajar qira`at, mereka semuanya bersadar kepada Rasulullah.

Langkah penyeragaman teks yang dilakukan oleh khalifah ketiga yaitu Utsman bin Affan melalui pengumpulan resmi Qur`an, terutama sekalidapat dilihat sebagai tonggak awal upaya standarisasi teks maupun bacaan Al-Qur`an. Alas an utama yang menjadi dasar dibalik kodofikasi tersebut adalah perbedaan tradisi teks dan bacaan yang mengarah kepda perpecahan politik umat islam.

Entuk (imla)atau scriptio devectiva yang digunakan untuk menyalin Al-Qur`an ketika itu masih membuka peluang bagi seseorang untuk membaca taks kitab sucisecara beragam. Kekeliruan dalm pembacaan teks Al-Qur`an (tashhif)bisa diminimalisir atau bahkan dihindari apabila seseorang mempunyai tradisi hafalan Al-Qur`an yang kuat, ataupaling tidak memiliki tingkatkeakraban yang tinggi terhadap teka kitab suc. Kalu tidak demikian sangatlah memungkinkan baginya terjebak dalam kekeliruan dalam pembacaan.

Menurut mayoritas serjana agama islam, berbagai perbedaan bacaan, terutama dalam tradisi teks Utsmani, khususnya dalam kategori qira`at Mutawatir dan qira`at Mansyhur, merupakan ragam bacaan yang bersumber dari Nabi Muhammad saw, dank arena itu memiliki otoritas Ilahiyah. Setiap bacaan resmi dalam tradisi Utsmani, menurut mereka telah ditransmisikan melalui mata rantai periwayatan (isnad) yang diindepanden dan memilikiotoritatif dalam skala yang sangat luas sehingga kemumgkinan terjadinya keselahan atau kekeliruan bisa dikesampingkan. Karena itu rasmul Qur`an memiliki hubungan yang sangat erat dengan qira`at sebab akan berinflikasi dalam menginstimbatkannya hukum. Namun qira`at yang digunakan haruslah berdasarkan qira`at yang telah disepakati.


[1] Adnan Mahmud & Hamid Laonso, Ulumul Qur`an, (Jakarta : Restu Ilahi, 2005), hal. 30-31

[2] Syaikh Manna` Al-Qaththan, Pengantar Studi ILmu Al-Qur`an, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006), hal. 183

[3] Adnan Mahmud & Hamid Laonso, Log cit, hal. 32

[4] Syaikh Manna`Al-Qaththan, Op cit, hal. 183-184

Senin, 11 Juli 2011

Apakah Saudari Parampuan Minang?

Apakah Saudari Parampuan Minang?

Oleh : Charles Mangunsong.

Seandainya saja seseorang wanita ditanya, “apakah saudari Parampuan Minang?” Mungkin wanita itu akan menjawab “Ya”. Kemudian jika ditanya kembali, tahukah saudari apa yang dimaksud “Parampuan” Minang?. Jawabnaya belum tentu tau, kenapa begitu? Karena seorang wanita atau “Bundo Kanduang” di Ranah Minang punya penampilan sikap mulia dan luhur menurut “ Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah”

Seperti yang dikatakan dalam pembuka tulisan ini, bahwa tulisan ini bukanlah bermaksud menggurui, bukan pula manyikok kada ( membuka aib ) sebagian wanita, akan tetapi Lupu lupo Maningekkan ( kalau lupa mengingatkan ). Berdasarkan kepada adat istiadat dalam Minangkabau, wanita dilakukan penggolongannya atas penampilan tingkah lakunya. Ada wanita yang disebut simarewan, mambang tali awan, dan adapula yang dikatakan parampuan. Apa sebenarnya maksud simarewan, mambang tali awan, dan parampuan itu ?.


1. Simarewan.

Dalam sebuah kata-kata pepatah Minangkabau disebutkan sebagai berikut :

Bapaham bak gatah caia,

Iko elok entan katuju.

Bah pimpiang tumbuh di lereng,

Sarupo bana jo pucuak aru.

Kamano angin kasitu rabah,

Alun dijujai, iyolah galak,

Alun diimba, iyolah tibo.

Nan bak balam talampau jinak,

Umpamo caciang kapanehan.

Suko mamtuik baying-bayang,

Acok tagak di tapi labuah.

Tagisia labiah bak kanai,

Tasingguang labiah bak kanai.

Nyampang bagaua jo laki-laki,

Banyak galak dari kecek.

Banyak kucicak jo kucindam,

Malu jo sopan tak bapakai,

Taratik ilang antah kamano.

Ereng jo gendeng tak paguno.

Babaju ibaraik payuang tangga kasau,

Suko baktao-kato cabua,

Pangana condong ka kida,

Galak bak danga gunuang runtuah, tapuang jo sadah tak babedo.

Suko manyingguang kada urang,

Mangali-ngali najih dilubang.

Hati busuak pikiran hariang,

Muluik kasa kecek manggadang.

ibu jo bapak tak punyo turuik.

Niniak jo mamak tak punyo paduli.

Urang dipanjang sarok sajo.

Korong jo kampuang nan tak jaleh,

Adat nan indak barisi,

Limbago nan tak batuang.

Imbau nan indak basahuti,

Panggia nan indak naturuti.

Suruah Tuhan tak nyo karajoan,

Durhako pado ibu jo bapak,

Talabiah ka nan tuo.

2. Mambang Tali Awan.

Dalam sebuah kata-kata pepatah Minangkabau disebutkan sebagai berikut :

Iyolah padusi tinggi hati,

Mengecek sagalo labiah dari urang,

Tasambia juo apak si buyuang,

Basabuik pula apak si upiak,

Baik tantang pambalian,

Tamasuak gaji gadang laki awak.

Siang jo malam jaranga dirumah,

Naik janjang turun janjang.

Suko mangecek jo maota,

Buruak urang apa dimuluiknyo.

Gilo mabandiang-bandiang urang,

Lupo mnayilau diri surang.

Nyampang inyo gadih matah,

Suko duduak di tapi jalan,

Acok tagak disimpang rami.

Kok bajalan ibaraik kacang di abuih ciek,

Batareh tampak kalua,

Karajo parampaun nyo tak tau,

Batanak acok badatuih,

Manyamba tak bagaram,

Kok mangguntiang mangusuik banang,

Kok manjaik jauh sakali.

Kok tumbuah mandi katapian,

Mambincang-bincang rang sakampuang,

Mampakatokan rang sarumah,

Suko mangusuik din nan salasai,

Suko mangaruah din nan janiah.

Malu jo sopan jauah sakali,

Duduak tagak karajo sumbang,

Manyusah pandangan urang banyak,

Suko bagaduah dalam rumah,

Acok bacakak jo urang kampuang,

Asuang pitanah jadi pakaian,

Dangki khianaik lah parangai,

Aka buruak pikiran salah.

Gilo dimabuak angan-angan,

Malukih diawang-awang,

Manggamba di ateh aia,

Tasingguang urang jadi miyangnyo,

Taguncang urang jadi rabehnyo.

Capek kaki tapi panaruang,

Ringan tangan tapi pamacah,

Selalu ragu dinan saketek,

Acok lupo din an sabanta,

3. Parampuan.

Dalam sebuah kata-kata pepatah Minangkabau disebutkan sebagai berikut :

Adopun nan di sabuik parampuan,

Mamakai taratik jo sopan santun,

Mamaki baso jo basi,

Tahu di ereng jo gendeng,

Raso pareso tak nyo lupo,

Jauh dari sumbang salha,

Manaruah malu kama pai,

Muluik manih baso katuju,

Kato baiak kucindam murah,

Rasi di bibia tapi cawan,

Pandai bagaua samo gadang,

Hormaik kapado ibu bapak,

Santun kapado nan tuo-tuo,

Sayang kapado di nan ketek,

Samo gadang baok bakawan,

Mamakai malu kapado laki-laki,

Tajuik kapado Allah,

Manuruik parentah Rasul.

Tahu di korong kampuang,

Tahu diruma dengan tango,

Pandai manyuri mangulindan,

Takuik di budi katajua.

Tahu dengan mungkin jo patuik,

Malatakkan sasuatu ko tampeknyo,

Malu dipaham nan katagadai,

Baying-bayang sapanjang badan.

Parangai dapek ditauladani,

Kecek maleleh dapek dipalik,

Manitiak buliah ditampung,

Setetes dapek dilauikkan,

sakapa dapek digununangkan,

iyo dek urang di nagari.

Dari kata-kata pepatah adat diatas, pasti kita semua pembaca dapat mengerti kemana arah kata-kata itu pada wanita Simarewan, kemudian Mambang Tali Awan, dan Parampuan.

Nah, dengan kemampuan kita membaca dari apa yang tersurat diatas, insya Allah kita akan berupaya sedapat-dapat mungkin untuk menjadi Parampuan. Atau paling tidak, kita dapat menghindari perilaku para wanita yang tergolong si marewan dan mambang tali awan.

Sumber : Majalah Dinas Kanwil Depag Sumbar/Penuntun Amal Bakti/Edisi Oktober 1998, hal 31-32