Rabu, 29 Juni 2011

Peringatan Isra' Mi'raj

Bulan Rajab, bulan yang dihormati manusia. Bulan ini termasuk bulan haram (Asyhurul Hurum). Banyak cara manusia menghormati bulan ini, ada yang menyembelih hewan, ada yang melakukan sholat khusus Rajab dan lain-lainnya.

Di bulan ini juga, sebagian kaum muslimin memperingati satu peristiwa yang sangat luar biasa, peristiwa perjalanan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dari Makkah ke Baitul Maqdis, kemudian ke sidratul muntaha menghadap Pencipta alam semesta dan Pemeliharanya. Itulah peristiwa Isra’ dan Mi’raj.

Peristiwa ini tidak akan dilupakan kaum muslimin, karena perintah sholat lima waktu sehari semalam diberikan oleh Allah pada saat Isra’ dan Mi’raj. Tiang agama ini tidak akan lepas dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam .

Akan tetapi, haruskah peristiwa itu diperingati? Apakah peringatan Isra’ mi’raj yang dilakukan kaum ini merupakan hal yang baik ataukah satu hal yang merusak agama? Simaklah pembahasan kali ini, mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk memahaminya dan menerima kebenaran.

Kapan Isra’ dan Mi’raj terjadi?

Ketika mendengar sebuah peristiwa besar, mestinya ada satu pertanyaan yang akan segera timbul dalam hati si pendengar yaitu masalah waktu terjadi. Begitu pula kaitannya dengannya peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam .

Kapan sebenarnya Isra’ dan Mi’raj terjadi, benarkah pada tanggal 27 Rajab atau tidak? Untuk bisa memberikan jawaban yang benar, kita perlu melihat pendapat para ulama seputar masalah ini. Berikut kami nukilkan beberapa pendapat para ulama:

Pertama: Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqaalaniy Rahimahullah 1 berkata: “Para ulama berselisih tentang waktu Mi’raj. Ada yang mengatakan sebelum kenabian. Ini pendapat yang aneh, kecuali kalau dianggap terjadinya dalam mimpi. Kebanyakan para ulama berpendapat bahwa peristiwa itu terjadi setelah kenabian. Para ulama yang mengatakan peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi setelah kenabian juga berselisih, diantara mereka ada yang mengatakan setahun sebelum hijrah. Ini pendapat Ibnu Sa’ad dan yang lainnya dan dirajihkan (dikuatkan) oleh Imam An Nawawiy dan Ibnu Hazm, bahkan Ibnu Hazm berlebihan dengan mengatakan ijma’ (menjadi kesepakatan para ulama’) dan itu terjadi pada bulan Rabiul Awal. Klaim ijma’ ini tertolak, karena seputar hal itu ada perselisihan yang banyak lebih dari sepuluh pendapat.”2

Kemudian beliau menyebutkan pendapat para ulama tersebut satu persatu.

Pendapat pertama mengatakan: “setahun sebelum hijroh, tepatnya bulan Rabi’ul Awal”. Ini pendapat Ibnu Sa’ad dan yang lainnya dan dirajihkan An Nawawiy

Kedua mengatakan: “delapan bulan sebelum hijroh, tepatnya bulan Rajab”. Ini isyarat perkataan Ibnu Hazm, ketika berkata: “Terjadi di bulan rajab tahun 12 kenabian”.

Ketiga mengatakan: “enam bulan sebelum hijroh, tepatnya bulan Romadhon”. Ini disampaikan oleh Abu Ar Rabie’ bin Saalim.

Keempat mengatakan: “sebelas bulan sebelum hijroh tepatnya di bulan Robiul Akhir”. Ini pendapat Ibrohim bin Ishaq Al Harbiy, ketika berkata: “Terjadi pada bulan Rabiul Akhir, setahun sebelum hijroh”. Pendapat ini dirojihkan Ibnul Munayyir dalam syarah As Siirah karya Ibnu Abdil Barr.

Kelima mengatakan: “setahun dua bulan sebelum hijroh”. Pendapat ini disampaikan Ibnu Abdilbar.

Keenam mengatakan: “setahun tiga bulan sebelum hijroh”. Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Faaris.

Ketujuh mengatakan: “setahun lima bulan sebelum hijroh”. Ini pendapat As Suddiy.

Kedelapan mengatakan: “delapan belas bulan sebelum hijroh, tepatnya dibulan Ramadhan”. Pendapat ini disampaikan Ibnu Sa’ad, Ibnu Abi Subrah dan Ibnu Abdilbar.

Kesembilan mengatakan: ” Bulan Rajab tiga tahun sebelum hijroh”. Pendapat ini disampaikan Ibnul Atsir

Kesepuluh mengatakan: “lima tahun sebelum hijroh”. Ini pendapat imam Az Zuhriy dan dirojihkan Al Qadhi ‘Iyaadh. 3

Oleh karena banyaknya perbedaan pendapat dalam masalah ini, maka benarlah apa yang dikatakan Ibnu Taimiyah Rahimahullah , bahwa tidak ada dalil kuat yang menunjukkan bulannya dan tanggalnya. Bahkan pemberitaannya terputus serta massih diperselisihkan, tidak ada yang dapat memastikannya.4

Bahkan Imam Abu Syaamah mengatakan, “Dan para ahli dongeng menyebutkan Isra’ dan Mi’raj terjadi di bulan Rajab. Menurut ahli ta’dil dan jarh (Ulama Hadits) itu adalah kedustaan”. 5

Dalil Sunnah
Pertama : Hadits shahih dalam shohihain dari Aisyah z bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

Siapa yang membuat-buat dalam perkaraku (agamaku) ini, sesuatu yang bukan darinya maka dia tertolak. (Riwayat Bukhari dan Muslim),

dan hadits shahih dalam Kitab Shahih Muslim
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa yang melakukan satu amalan yang tidak kami perintahkan maka dia tertolak (Riwayat Muslim).

Kedua: Hadits riwayat Ibnu Majah, At Tirmidziy dan dianggap shohih oleh beliau serta diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam shohihnya dari Irbaadh bin Saariyah Radhiallahu’anhu , beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ

Hindarilah hal-hal yang baru, karena setiap hal yang baru itu bidah.

Ketiga: Riwayat Ahmad, Al bazaar dari Ghadhiif bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda

مَا أَحدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلاَّ رَفَعَ مِثْلَهَا مِنَ السُّنَّةِ

Tidaklah satu kaum berbuat bid’ah kecuali dihilangkan sepertinya dari Sunnah. Dan diriwayatkan oleh Ath Thabraaniy akan tetapi dengan lafadz:

مَا مِنْ أُمَّةٍ ابْتَدَعَتْ بَعْدَ نَبِيِّهَا إِلاَّ أَضَاعَتْ مِثْلَهَا مِنَ السُّنَّةِ

Tidak ada umat yang melakukan kebidahan setelah nabinya kecuali dihilangkan sunnah seukuran bid’ahnya.

Keempat: Riwayat Ibnu Majah, Ibnu Abi Ashim dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda

أَبَى اللهُ أَنْ يَقْبَلَ عَمَلَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ

Allah tidak akan menerima amalan pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan perbuatan bid’ahnya.
Dan dalam riwayat Ath Thabraniy dengan lafadz

إِنَّ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ

Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan perbuatan bid’ahnya.

Dalil Istishhaab

Hal ini tidak ada dasar perintahnya. Pada dasarnya, ibadah itu tauqifiyah, sehingga tidak boleh kita mengatakan, “Ibadah ini disyariatkan” kecuali ada dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’, dan tidak boleh pula mengatakan, “Ini diperbolehkan karena termasuk dalam maslahat mursalah, istihsaan (anggapan baik), qiyas (analogi) atau ijtihad” karena permasalahan aqidah, Ibadah dan hal-hal yang telah ada ukurannya (dalam Syariat) seperti pembagian warisan dan pidana adalah perkara yang tidak ada tempat bagi ijtihad atau sejenisnya.

Dalil Akal

Jika perayaan Isra’ dan Mi’raj bertujuan untuk mengagungkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu sendiri, kita katakan, “seandainya hal ini disyari’atkan, tentunya Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam merupakan orang pertama yang melaksanakannya”.

Jika perayaan itu untuk mengagungkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan mengenang perjuangan Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam seperti pada maulid Nabi, maka tentulah Abu Bakr Radhiallahu’anhu adalah orang yang pertama melakukannya , lalu Umar, Utsman, Ali, kemudian orang-orang setelah mereka. Disusul kemudian oleh para tabiin selanjut para imam. Padahal tidak ada seorangpun dari mereka yang diketahui melakukan hal tersebut meskipun sedikit. Maka cukuplah bagi kita untuk melakukan apa yang menurut mereka cukup.”13

Beliaupun berfatwa di dalam fatawa wa rasail beliau, “Peringatan Isra’ dan Mi’raj adalah perkara batil dan satu kebidahan. Ini termasuk sikap meniru-niru orang yahudi dan nashrani dalam mengagungkan hari yang tidak diagungkan syari’at. Pemilik kedudukan tinggi Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam lah yang menetapkan syariat. Dialah yang menjelaskan halal dan harom. Sementara para khulafa’ rasyidin dan para imam dari para sahabat dan tabiin tidak pernah diketahui melakukan peringatan tersebut.” Kemudian berkata lagi, “Maksudnya perayaan peringatan Isra’ dan Mi’raj adalah bid’ah. Maka tidak boleh bekerjasama dalam hal tersebut.”14

Keempat: Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baaz rahimahullah 15:

“Tidak disangsikan lagi, Isra’ mi’roj merupakan tanda kebesaran Allah Ta’ala yang menunjukkan kebenaran Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan ketinggian derajat Beliau disisi Allah Ta’ala . Sebagaimana Isra’ dan Mi’raj termasuk tanda-tanda keagungan Allah dan ketinggianNya atas seluruh makhluk. Allah Ta’ala berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَا الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَآ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ


Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Al Isra’ : 1)

Dan telah telah diriwayatkan secara mutawatir dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa Beliau diangkat ke langit dan dibukakan pintu-pintunya sampai Beliau melewati langit yang ketujuh. Lalu RobNya berbicara kepadanya dengan sesuatu yang dikehendakinya dan diwajibkan padanya sholat lima waktu. Allah Ta’ala pertama kali mewajibkan padanya lima puluh sholat, lalu senantiasa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam meminta keringanan sampai dijadikan lima sholat. Itulah lima sholat yang diwajibkan tapi pahalanya lima puluh, karena satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Allah k zat yang harus dipuji dan disyukuri atas segala nikmatNya.

Tidak ada dalam hadits yang shohih penentuan malam terjadinya Isra’ dan Mi’raj. Semua hadits yang menjelaskan penentuan malamnya menurut ulama hadits adalah hadits yang tidak shohih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Allah Ta’ala memiliki hikmah dalam melupakan manusia tentangnya. Seandainya ada penentuannya yang absahpun kaum muslimin tidak boleh mengkhususkannya dengan satu ibadah tertentu, tidak boleh mereka merayakan peringatannya, karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya tidak memperingatinya dan tidak pula mengkhususkan ibadah tertentu padanya. Seandainya peringatannya adalah perkara yang disyariatkan, tentunya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah menjelaskannya kepada umatnya, baik dengan ucapan atau perbuatan Beliau. Seandainya pernah dilakukan niscaya akan iketahui serta akan dinukilkan oleh para sahabatnya g kepada kita. Karena mereka telah menyampaikan segala sesuatu yang dibutuhkan umat dan tidak melalaikan urusan agama ini sedikitpun, bahkan mereka berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan.

Maka seandainya peringatan malam Isra’ dan Mi’raj disyariatkan niscaya mereka orang pertama yang melakukannya, apalagi Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adalah orang yang sering menasehati umatnya. Beliau telah menyampaikan risalah agama sebaik-baiknya serta telah menunaikan amanah yang diembannya. Maka seandainya mengagungkan dan memperingati malam tersebut termasuk ajaran agama, maka tentunya Beliau tidak melalaikan dan menyembunyikannya.


Karena Nabi tidak mengagungkan dan memperingati malam tersebut, maka jelaslah peringatan dan pengagungan malam tersebut bukan termasuk ajaran Islam.

Begitulah Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama Islam dan menyempurnakan nikmat untuk umatnya serta mengingkari orang yang menambah-nambah syariat Islam dengan sesuatu yang tidak diizinkanNya. Allah berfirman dalam Al Qur’an

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (QS. Al Maidah : 3)

Demikian juga dalam firmanNya

أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan (selain Allah) yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan.Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. Asy Syura :21)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits-hadits yang shohih telah memperingatkan bahaya bid’ah dan menjelaskan bahwa bid’ah itu sesat. Untuk memperingatkan umat ini dari besarnya bahaya bidah dan untuk menghindarkan mereka dari membuat bid’ah. Kami akan sampaikan beberapa hadits, diantaranya hadits yang shohih dalam shohihain dari Aisyah x dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam , Beliau bersabda

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

Siapa yang membuat-buat dalam perkaraku (agamaku) ini, sesuatu yang bukan darinya maka dia tertolak. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

dan dalam riwayat Muslim

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Siapa yang beramal satu amalan yang tidak ada perintahku padanya mak dia tertolak. (Riwayat Muslim).

Dan dalam shohih Muslim dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah pada hari jum’at dan mengatakan:

أَمَا بَعْدُ فَإِِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللَّهِ وَ خَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Ama Ba’du; sesungguhnya sebaik ucapan adalah kitabullah dan sebaik contoh adalah contoh petunjuk Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam , sejelek-jeleknya perkara adalah perkara yang dibuat-buat, dan setiap kebidahan adalah sesat.

Dalam sunan dari Al Irbaadh bin Saariyah Radhiallahu’anhu , beliau berkata

وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِيْ تَمَسَّكُوْابِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah menasehati kami dengan nasehat yang mendalam, hati bergetar dan mata meneteskan airmata. Lalu kami berkata: “Wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam seakan-akan nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat!. Lalu beliau berkata: “aku wasiatkan kalian untuk bertaqwa kepada Allah ,patuh dan taat, walaupun kalian dipimpin seorang budak, karena siapa yang hidup dari kalian, maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka kalian harus berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnahnya para khulafa rasyidin yang memberi petunjuk setelahku. Berpeganglah kalian dan gigitlah dia dengan gigi graham kalian serta hati-hatilah dari hal yang baru, karenasetiap hal yang baru itu bidah dan setiap kebidahan itu sesat. (Riwayat At Tirmidziy dan Ibnu Majah).

Dan banyak hadits yang lain yang semakna dengan ini.

Demikian juga peringatan dan ancaman dari perbuatan bid’ah telah ada dari sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para salaf sholih setelah mereka. Karena perbuatan bid’ah adalah penambahan dalam agama dan syariat yang tidak diizinkan Allah Ta’ala serta meniru-niru kaum Yahudi dan Nashroni musuh Allah. Melakukan bid’ah berarti pelecehan terhadap agama Islam dan menuduh Islam tidak sempurna. Dengan demikian jelas menimbulkan kerusakan dan kemungkaran yang besar, karena Allah telah menyatakan kesempurnaan agama ini melalui firmanNya


الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ


Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu (QS. Al Maidah 3)

Perbuatan bid’ah juga secara terang-terangan menyelisihi hadits-hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang memperingatkan dan mengancam kebid’ahan.

Mudah-mudahan apa yang telah kami jelaskan dari dalil-dali tersebut cukup memuaskan pencari kebenaran dalam mengingkari dan mengingatkan kebidahan ini- yaitu peringatan malam Isra’ dan Mi’raj -. Sesungguhnya dia bukanlah dari syariat Islam sedikitpun.16

Demikianlah keterangan para ulama seputar hukum merayakan peringatan Isra’ dan Mi’raj. Keterangan yang cukup jelas dan gamblang disertai dalil-dalil yang kuat bagi pencari kebenaran. Kemudian masihkah kita melakukannya, padahal peringatan tersebut satu kebidahan dan bukan termasuk ajaran Islam. Bahkan itu merupakan penambahan syariat dalam Islam dan menyerupai kelakuan ahli kitab yang telah membuat bid’ah dalam agama mereka, sehingga menjadi rusak dan hancur.

Sudahkan kita merenungkan bahaya kebidahan terhadap islam?

Cukuplah peringatan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam , para sahabat dan ulama Islam sebagai peringatan bagi kita untuk sadar dan bangkit memperbaiki kondisi kaum muslimin demi mencapai kejayaan Islam.

Mudah-mudahan Allah meudahkan kita untuk memahami tulisan ini dan mudah-mudahan Allah menolong kita dalam menjalankan ketaatan kepadaNya dan untuk meninggalkan perayaan yang telah menghabiskan harta dan tenaga yang banyak akan tetapi justru merusak agama dan amalan kita semua.

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

Artikel UstadzKholid.Com

Catatan Kaki

1 Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad Al Kinaaniy Al Asqaalaniy, seorang ulama besar dalam hadits dan fiqih, pengarang kitab Fathul Bariy Syarah Shahih Bukhari, meninggal tahun 852 H.
2 Ibnu Hajar, Fathul Bari 7/203.
3 ibid
4 lihat Zaadul Ma’aad 1/57.
5 Al Baa’its, hal 171.6 Lihat Al Bida’ Al Hauliyah hal. 274.
7 Dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Zaadul Ma’ad 1/58-59.
8 Beliau bernama Abu Zakariya Ahmad bin Ibrahim bin Muhammad Ad Dimasyqiy, dikenal dengan Ibnu Nahaas, seorang ulama besar yang meninggal dalam perang menghadapi Perancis tahun 814 H.
9 lihat Al Bida’ Al Hauliyah hal 279.
10 Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al Haaj, Abu Abdillah Al “Abdariy Al Faasiy, meninggal tahun 737 H.
11 lihat Al bida’ Al Hauliyah hal. 275, menukil dari Al Madkhal 1/.294.
12 Beliau bernama Muhammad bin Ibrahim bin Abdillathif bin Abdirrohman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahaab, dilahirkan di Riyadh tahun 1311 H dan meninggal di bulan Ramadhan 1398 H. Beliau pernah menjabat sebagai ketua Rabithah Alam Islamiy, Rektor Jami’ah Islamiyah dan Mufti agung kerajaan Saudi Arabia sebelum Syaikh Ibnu Baaz.
13 Lihat Al Bida’ Al Hauliyah hal. 276-279 menukil dari Fatawa wa Rasail Asy Syaikh Muhammad bin Ibrahim 3/97-100.
14 Ibid 3/103.
15 Beliau bernama Abdulaziz bin Abdillah bin Abdirrahman bin Baaz, dilahirkan tahun 1330 H di Riyadh. Beliau seorang alim besar abad ini dan menjadi mufti agung Kerajaan Saudi Arabia menggantikan Syeikh Muhammad bin Ibrahim Ali Asy Syaikh sampai meninggal tahun 1420 H.

Rabu, 15 Juni 2011

PEREDARAN BULAN MENGELILINGI MATAHARI


Keterangan Gambar : Lintasan Bumi mengelilingi matahri dan lintasan bulan mengelilingi bumi. Garis simpul adalah garis nn’. Fase bulan baru terjadi pada waktu kedudukan bulan berada dalam arah yang sama dengan matahari dilihat dari bumi, dan gerhana matahari akan terjadi apabila fase bulan baru terjadi pada titik simpul n’.

Benda langit yang paling dekat ke bumi adalah bulan. Bulan ini merupakan satelit bumi. Ia beredar mengelilingi bumi dalam waktu 27,32166 hari ( 27h 7j 43m 11,42d ). Waktu edar ini di kenal dengan nama periode sideris. Selain beredar mengelilingi bumi, bulan juga berotasi mengelilingi sumbunyadengan periode yang hamper sama dengan periode siderisnya. Akibatnya, Bagian bulan yang menghadap kebumi akan selalu sama. Demikian pula halnya dengan bumi yang dikenal sebagai salah satu planet matahari yang beredar mengelilingi matahari dengan periode 365, 256366 hari ( 365h 6j9m10,02d ). Bidang lintasan bulan mengelilingai matahari dan bidang lintasan bumi mengelilingi matahari ( bidang ekliptika ) ini tidak tepat berada dalam satu bidang melainkan miring, dengan variasi kemiringan antara 40 57’ sampai 5 20’. Akibat kemiringan ini terdapat dua titik potong antara lintasan bulan mengelilingi bumi dengan bidangan ekliptika. Titik potong ( Simpul ) ini dalam astronomi dikenal dengan Ascending Node ( Uqdah Jauzahar ) dan Descending Node ( Uqdah Naubahar ).

Pada gambar diatas ini akan akan ditunjukan lintasan bulan mengelilingi bumi dan lintasan bumi mengelilingi matahari. Dari gambar ini titik simpul di nyataka dengan n dan n’.

Dalam berevolusi mengelilingi bumi , pada suatu saat bulan akan berada pada arah yang sama dengan matahari, pada saat ini Fase bulan baru ( New Moon ) atau saat konjungsi atau Ijtimak. Sedangkan kebalikannya yaitu saat bulan berada pada arah yang berlawanan dengan matahari di sebut Fase bulan purnama ( Full Moon ), Pada Fase New Moon seluruh bagian bulan yang gelap akan menghadap ke bumi. Sementara itu pada Fase Full Moon, seluruh permukaan bulan yang terang akan menghadap ke bumi.

Dan masih banyak yang belum dibahas di dalam hal ini, tapi sementatra ini saya sampakan disi sini aja dulu, kalau bulan pulnama akan dating lagi insya Allah akan kita lanjutkan tulisan ini,….

Dikutip dari Buku : Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah dalam Islam dan Sains Modern, DR. Susiknan Azhari, M.A. Suara Muhammadiyah. Yogyakarta: 2007 Cet II.

Pkl 01:05 WIB.

Foto-Foto

PEREDARAN BULAN MENGELILINGI MATAHARI

Benda langit yang paling dekat ke bumi adalah bulan. Bulan ini merupakan satelit bumi. Ia beredar mengelilingi bumi dalam waktu 27,32166 hari ( 27h 7j 43m 11,42d ). Waktu edar ini di kenal dengan nama periode sideris. Selain beredar mengelilingi bumi, bulan juga berotasi mengelilingi sumbunyadengan periode yang hamper sama dengan periode siderisnya. Akibatnya, Bagian bulan yang menghadap kebumi akan selalu sama. Demikian pula halnya dengan bumi yang dikenal sebagai salah satu planet matahari yang beredar mengelilingi matahari dengan periode 365, 256366 hari ( 365h 6j9m10,02d ). Bidang lintasan bulan mengelilingai matahari dan bidang lintasan bumi mengelilingi matahari ( bidang ekliptika ) ini tidak tepat berada dalam satu bidang melainkan miring, dengan variasi kemiringan antara 40 57’ sampai 5 20’. Akibat kemiringan ini terdapat dua titik potong antara lintasan bulan mengelilingi bumi dengan bidangan ekliptika. Titik potong ( Simpul ) ini dalam astronomi dikenal dengan Ascending Node ( Uqdah Jauzahar ) dan Descending Node ( Uqdah Naubahar ).
Pada gambar dibawah ini akan akan ditunjukan lintasan bulan mengelilingi bumi dan lintasan bumi mengelilingi matahari. Dari gambar ini titik simpul di nyataka dengan n dan n’.

Ket.Lintasan Bumi mengelilingi matahri dan lintasan bulan mengelilingi bumi. Garis simpul adalah garis nn’. Fase bulan baru terjadi pada waktu kedudukan bulan berada dalam arah yang sama dengan matahari dilihat dari bumi, dan gerhana matahari akan terjadi apabila fase bulan baru terjadi pada titik simpul n’.
Dalam berevolusi mengelilingi bumi , pada suatu saat bulan akan berada pada arah yang sama dengan matahari, pada saat ini Fase bulan baru ( New Moon ) atau saat konjungsi atau Ijtimak. Sedangkan kebalikannya yaitu saat bulan berada pada arah yang berlawanan dengan matahari di sebut Fase bulan purnama ( Full Moon ), Pada Fase New Moon seluruh bagian bulan yang gelap akan menghadap ke bumi. Sementara itu pada Fase Full Moon, seluruh permukaan bulan yang terang akan menghadap ke bumi.
Dan masih banyak yang belum dibahas di dalam hal ini, tapi sementatra ini saya sampakan disi sini aja dulu, kalau bulan pulnama akan dating lagi insya Allah akan kita lanjutkan tulisan ini,….
Dikutip dari Buku : Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah dalam Islam dan Sains Modern, DR. Susiknan Azhari, M.A. Suara Muhammadiyah. Yogyakarta: 2007 Cet II.

Kamis, 09 Juni 2011

PERKEMBANGAN POLITIK , KEBUDAYAAN, DAN PERADABAN PADA MASA PEMERINTAHAN KHULAFA'U RASYIDIN



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah adalah suatu rujukan saat kita akan membangun masa depan. Namun, kadang orang malas untuk melihat sejarah. Sehingga orang cenderung berjalan tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disnilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang masa depan.

Khulafa al-Rasyidun sebagai sahabat-sahabat yang meneruskan perjuangan Nabi Muhammad kiranya pantas untuk dijadikan sebagai rujukan saat kita akan melaksanakan sesuatu dimasa depan. Karena peristiwa yang terjadi sungguh beragam. Dari mulai cara pengaangkatan sebagai khalifah, sistem pemerintahan, pengelolaan administrasi, hubungan sosial kemasyaratan dan lain sebagainya.

Dalam memahami sejarah kita dituntut untuk dapat berpikir kritis. Sebab, sejarah bukanlah sebuah barang mati yang tidak dapat dirubah. Akan tetapi sejarah bisa saja dirubah kisahnya oleh sang penulis sejarah. Nalar kritis kita dituntut untuk mampu membaca sejarah dan membandingkan dengan pendapat lain. Saat kita sudah mampu untuk menyibak tabir sejarah dari berbagai sumber, barulah kita dapat melakukan rekonstruksi sejarah.

Rekonstruksi sejarah perlu dilakukan agar kita dapat memisahkan antara peradaban Arab dan peradaban islam. Sebab, kita sering memakan mentah-mentah peradaban yang datang dari Arab sebab semuanya dianggap sebagai peradaban islam. Kita perlu memandang peradaban dari berbagai aspeknya. Langkah ini agar kita tidak hanya sekedar ”bangga” dan larut dalam historisisme yang seringkali ”menjebak” pemikiran progressif kita.1

B. Pokok Bahasan

Bagaimana Perkembangan Politik dan Pemerintahan, Perkembangan Kebudayaan dan Peradaban Pada masa Khulafa’ al-Rayidun?



BAB II
PEMBAHASAN

1. Politik dan Pemerintahan Pada masa Khulafa’ al-Rayidun
1. Abu Bakar As-Shiddiq 11-3 H/ 632-634 M

Abu Bakar memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan yang berlangsung sangat demokratis di muktamar Tsaqifah Bani Sa’idah, memenuhi tata cara perundingan yang dikenal dunia modern saat ini. Kaum Anshar menekankan pada persyaratan jasa (merit), mereka mengajukan calon Sa’ad Ibn Ubadah. Kaum muhajirin menekankan pada persyaratan kesetiaan, mereka mengajukan Abu Ubaidah Ibn Jarrah.2 Sementara itu Ahlul bait menginginkan agar Ali Ibn Abi Thalib menjadi khalifah atas dasar kedudukannya dalam islam, juga sebagai menantu dan karib Nabi. Hampir saja perpecahan terjadi. Melalui perdebatan dengan beradu argumentasi, akhirnya Abu Bakar disetujui oleh jama’ah kaum muslimin untuk menduduki jabatan khalifah.

Sebagai kahlifah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada keadaan masyarakat sepeninggal Muhammad SAW. Meski terjadi perbedaan pendapat tentang tindakan yang akan dilakukan dalam menghadapi kesulitan yang memuncak tersebut, kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan batinnya. Seraya bersumpah dengan tegas ia menyatakan akan memerangi semua golongan yang menyimpang dari kebenaran (orang-orang yang murtad, tidak mau membayar zakat dan mengaku diri sebagai nabi).

Kekuasaan yang dijalankan pada massa khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasululllah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum,. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya bermusyawarah.

Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengririm kekuatan ke luar Arabia. Khalid Ibn Walid dikirim ke Irak dan dapat menguasai Al-Hiyah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi dibawah pimpinan empat jendral yaitu Abu Ubaidah, Amr Ibn ’Ash, Yazid Ibn Abi Sufyan, dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun.

1. Umar Ibn Al-Khaththab 13-23 H/634-644 M

Umar Ibn Al-Khaththab diangkat dan dipilih oleh para pemuka masyarakat dan disetujui oleh jama’ah kaum muslimin. Pada saat menderita sakit menjelang ajal tiba, Abu Bakar melihat situasi negara masih labil dan pasukan yang sedang bertempur di medan perang tidak boleh terpecah belah akibat perbedaan keinginan tentang siapa yang akan menjadi calon penggantinya, ia memilih Umar Ibn Al-Khaththab. Pilihannya ini sudah dimintakan pendapat dan persetujuan para pemuka masyarakat pada saat mereka menengok dirinya sewaktu sakit.

Pada masa kepemimpinan Umar Ibn Al-Khaththab, wilayah islam sudah meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan begitu cepat, Umar Ibn Al-Khaththab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi pemerintahan, dengan diatur menjadi delapan wialayah propinsi : Mekah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga Yudikatif dengan Eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, Jawatan kepolisian dibentuk. Demikian juga jawatan pekerjaan umum, Umar Ibn Al-Khaththab juga mendirikan Bait al-Mall. Dalam menyelesaikan permasalahan yang berkembang dimayarakat Umar selalu berkomunikasi dengan orang-orang yang memang dianggap mampu dibidangnya.3

1. Ustman Ibn Affan 23-35 H/644-656 M

Ustman Ibn Affan dipilih dan diangkat dari enam orang calon yang diangkat oleh khalifah Umar saat menjelang wafatnya karena pembunuhan. Keenam orang tersebut adalah: Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Saad bin Abu Waqqash, Abd al-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, serta Abdullah bin Umar, putranya, tetapi ”tanpa hak suara”.4 Umar menempuh cara sendiri yang berbeda dengan cara Abu Abakar. Ia menunjukkan enam orang calon pengganti yang menurutnya dan pengamatan mayoritas kaum muslimin memang pantas menduduki jabatan Khalifah. Oleh sejarawan islam mereka disebut Ahl al-Hall a al’aqd pertama dalam islam., merekalah yang bermusyawarah untuk menentukan siapa yang menjadi khalifah. Dalam pemilihan lewat perwakilan tersebut Ustman Ibn Affan mendapatkan suaran lebih banyak, yaitu 3 suara untuk Ali dan 4 suara untuk Ustman Ibn Affan.

Pemerintah khalifah Ustman Ibn Affan mengalami masa kemakmuran dan berhasil dalam beberapa tahun pertama pemerintahannya. Ia melanjutkan kebijakan-kebijakan Khalifah Umar. Pada separuh terakhir masa pemerintahannya, muncul kekecewaaan dan ketidakpuasaan dikalangan masyarakat karena ia mulai mengambil kebijakan yang berbeda dari sebelumnya. Ustman Ibn Affan mengangkat keluarganya (Bani Ummayyah) pada kedudukan yang tinggi. Ia mengadakan penyempurnaan pembagian kekuasaan pemerintahan, Ustman Ibn Affan menekankan sistem kekuasaan pusat yang mengusaai seluruh pendapatan propinsi dan menetapkan seorang juru hitung dari keluarganya sendiri.

1. Ali Ibn Abi Thalib 35-40 H/656-661 M

Ali Ibn Abi Thalib tampil memegang pucuk kepemimpinan negara di tengah-tengah kericuhan dan huru-hara perpecahan akibat terbunuhnya Usman oleh kaum pemberontak. Ali Ibn Abi Thalib dipilih dan diangkat oleh jamaah kaum muslimin di madinah dalam suasana sangat kacau, dengan pertimbangan jika khalifah tidak segera dipilih dan di angkat, maka ditakutkan keadaan semakin kacau. Ali Ibn Abi Thalib di angkat dengan dibaiat oleh masyarakat.

Dalam masa pemerintahannya, Ali Ibn Abi Thalib mengahadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Ibn Abi Thalib tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut bela’ terhadap daerah Usman yang telah ditumpahkan secara dhalim. Perang ini dikenal dengan nama perang jamal.5

Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Ibn Abi Thalib juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah. Yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaannya. Pertempuran yang terjadi dikenal dengan perang shiffin, perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelsaikan maslah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga Al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).6

1. Peradaban dan Kebudayaan Pada masa Khulafa’ al-Rayidun
2. Pada Masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq

Pada ini kondisi sosial mayarakat menjadi stabil dan dapat mengamankan tanah Arab dari pembangkang dan penyelewengan seperti orang murtad, para nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat.

Selain itu keadaan kaum muslimin menjadi tenteram, tidak khawatir lagi beribadah kepada Allah. Perkembangan dagang dan hubungan bersama kaum muslim yang berada di luar Madinah keadaannya terkendali dan terjalin dengan baik. Selain itu juga kemajuan yang dicapai adalah : Pembukuan Al-Qur’an

1. Pada Masa Khalifah Umar Ibn Al-Khaththab

Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Umar adalah :

* Pemberlakuan Ijtihad
* Menghapuskan zakat bagi para muallaf
* Mengahpuskan hukum mut’ah
* Lahirnya ilmu Qira’at
* Penyebaran Ilmu Hadits
* Menempa mata uang dan
* menciptakan tahun Hijriah

1. Pada Masa Khalifah Ustman Ibn Affan

Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ustman adalah :

* Penaskahan Al-Qur’an
* Perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram
* Didirikannya masjid Al-Atiq di utara benteng babylon
* Membangun Pengadilan
* Membnetuk Angkatan Laut
* Membentuk Departemen:

1. i. Dewan kemiliteran
2. ii. Baitrul Mall
3. iii. Jawatan Pajak
4. iv. Jawatan Pengadilan
5. Pada Masa Khalifah Ali Ibn Abi Thalib

Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ali adalah :

* Terciptanya ilmu bahsa/nahwu (Aqidah nahwiyah)
* Bermkebangnya ilmu Khatt al-Qur’an
* Berkembangnya Sastra



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pema\paran diatas adalah, bahwa dalam sejarah pemerintahan islam tidak ada satu pun konsep negara islam. Sebab ssemuanya tergantgung pada situasi dan kondisi yang ada. Seperti Abu Bakar yang diangkat dengan sistem demokrasi lanbgsung, Umar diangkat dengan sistem kerajaan, yaitu Abu Bakar mengangkat langsung Khalifah Umar sebagai pengganti diriny, Utsman naik menajdi Khalifah dengan sistem perwkilan, atau sekarang lebih dikenal dengan parlemen, sedang Ali naik dengan klaim sep[ihak dri kelompoknya yang akhirnya kaumnya terpecah belah.

Daftar Pustaka

Al-Jabiri, Mohamed Abed. 2004. Problem peradaban: penelusuran atas jejak Kebudayaan Arab, Islam dan Timur. Yogyakarta: Belukar.

Engineer, Asghar Ali. Devolusi Negara Islam. 2000. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maryam, Siti dkk (Ed.). 2004.Sejarah Peradaban Islam dari masa klasik hingga masa modern. Yogyakarta: LESFI.

Sjadzali, Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan pemikiran. Jakarta: UI-Press.

Yatim, Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

1 Mohamed Abed Al-Jabiri, Problem peradaban: penelusuran atas jejak Kebudayaan Arab, Islam dan Timur, Yogyakarta: Belukar, 2004, Hlm. 5

2 Siti Maryam, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam dari masa klasik hingga masa modern, Yogyakarta: LESFI, 2004, Hlm 45

3 Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, Hlm. 77

4 H. Munawir Sjadzali, M.A., Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan pemikiran, Jakarta: UI-Press, 1993, Hlm. 25

5 Dr. Badri Yatim, M.A. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT RjaGrafindo Persada, 2006, Hlm. 39-40

PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA MASA SEKARANG DAN PENDIDIKAN SEKS MENURUT ISLAM


PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA MASA SEKARANG DAN

PENDIDIKAN SEKS MENURUT ISLAM


A. PENDAHULUAN

Sebelum masuk pada bagaimana pendidikan seks pada remaja masa sekarang dan pendidikan dalam islam, alangkah baiknya penulis terlebih dahulu menjelaskan apa pengertian pendidikan seks tersebut.

Seks adalah sebuah kata yang sering dianggap tabu untuk diucapkan, tetapi selalu hadir dan setiap orang bisa melakukannya.[1] Konsekuensinya, ia melahirkan rasa penasaran bagi sebagian kalangan, khususnya anak dan remaja.

Lebih lanjut pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan. Sedangkan sek dapat berarti rasa nikmat/lezat atau rasa syur, sehingga membawa kebahagian bagi diri sendiri dan lingkungannya.

Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa seks dapat menimbulkan rasa penasaran atau rasa ingin tahu yang besar bagi anak dan remaja sehingga tidak jarang mereka mengobati rasa penasaran tersebut dengan atau lewat sumber-sumber yang tak bertanggung jawab, seperti menonton film forno, mitos-mitos ngawur tentang seks yang disajikan dalam novel-novel forno. Bahkan dalam perkembangan ilmu dan teghnologi (IT) di era 2000 yang disebut juga dengan era millennium yang menciptakan media-media canggih seperti internete, hendfone dan lain-lain. Dan ini merupakan tantangan bagi orang-orang tua sebagai pendidik utama bagi anak untuk memperhatikan perkembangan jiwa anak terutama dalam masalah seksualitas anak.

Oleh karena itu, jadi pendidikan seks adalah usaha sadar untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang betul-betul matang dapat menggunakan seksualitasnya dengan bertanggung jawab sehingga dapat membawa kebahagiaan bagi dirinya sendiri lingkungan dan masyarakat.[2]

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi masalah seksual antara lain:

Faktor bawaan (wiratsiyah) dan lingkungan.[3] Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi masalah bagi perkembangan seksualitas anak, sebab lingkungan yang rusak akan berpengaruh terhadap pendidikan seks seseorang, karena terkadang seseorang menghadapi gangguan dalam pertumbuhan hormon dan sifat-sifat bawaan yang diwariskan oleh orang tua dan lingkungannya.

Melihat uraian dari salah satu faktor masalah seksual penulis menilai pada masa sekarang ini, pendidikan seks bagi anak dan remaja sangat minim sekali, terutama pada masyarakat kota yang mayoritas orang tua lebih sibuk dengan pekerjaan kantornya dibanding memperhatikan anak-anaknya. Dari perkembangan fisik anak, bisa saja terpenuhi oleh orang tua yang sibuk dengan urusan kantornya akan tetapi bagaimana dengan perkembangan jiwa sianak? Sebab, pendidikan seks itu dimulai sejak bayi dilahirkan, berawal dari sifat-sifat ingin tahu yang menuntun perkembangan pemikirannya, kecerdasan otak sekitar umur 3-7 tahun mengalami perkembangan sampai taraf dimana ia mulai mengadakan pertanyaan, misalnya bagaimana ia dilahirkan ke dunia ini sebagai pertanyaan kekanak-kanakan.[4] Hal ini sesuai dengan yang penulis terima dari pengakuan salah seorang ibu yang tinggal di kompleks dekat kampus UMSB anaknya menanyakan pertanyaan sebagaimana pertanyaan yang penulis uraikan di atas. Dan disinilah diperlukan kebijaksanaan orang tua dalam menjawab pertanyaan anak dengan penuh kasih sayang, begitu pula lingkungan dan masyarakat. Sebab pendidikan seks merupakan tanggung jawab setiap orang. Maka benar sekali bila lingkungan dan masyaratnya dan yang terpenting orang tua sianak baik dalam menyikapi perkembangan seksual anak maupun remaja, seorang anak atau remaja tersebut akan dapat menggunakan seksualitasnya dengan penuh tanggung jawab. Namun begitu pula sebaliknya, seorang anak atau remaja akan lebih cendrung menggunakan seksualitasnya dengan tidak bertanggung jawab karena mereka juga menerima pendidikan seks itu dari sesuatu hal yang tidak bertanggung jawab pula. Oleh karena itu sangat dituntut sekali bagi orang tua untuk memperhatikan perkembangan seksualitas anak-anaknya. Sebab, pendidikan seks yang paling efektif diperoleh oleh anak ialah dari orang tua atau pengganti orang tua dalam rumah tangga yang bahagia. Di sekolah-sekolah dapat ditentukan tentang ajaran kejujuran dan tanggung jawab.

  1. Pendidikan Seks Bagi Remaja Masa Sekarng

Pada masa sekarang akibat kurangnya anggota masyarakat mendapat pendidikan seks, mengakibatkan mereka melakukan seks bebas (free sex) yang akibatnya banyak penyakit yang tidak ada obatnya. Misalnya penyakit herpes yang dulu dikenal sebagai penyakit kotor pada orang miskin saja. Akan tetapi yang sekarang dikenal dengan pergaulan free sex. Herpes menyalar melalui ciuman, berpegangan dan permainan alat kelamin bersama dan persetubuhan. Terdapat gatal-gatal pada pinggang sampai saat ini belum ada obatnya.[5] Selanjutnya, dari hasil penelitian, tercatat bahwa sekitar 20 % pelaku aborsi di Indonesia berasal dari kelompok remaja.[6] Bahkan yang lebih tragis lagi, jumlah pelaku aborsi ini semakin meningkat dari tahun ketahun. Dan bahkan jumlah korban aborsi yang meninggal dunia pun juga kian memperlihatkan grafik menanjak setiap tahunnya. Hal ini menandakan bahwa, gaya berpacaran dan prilaku hidup seks bebas dikalangan remaja saat ini sudah masuk ketahap amat memprihatinkan. Maka timbul pertanyaan, kenapa remaja masa kini berani berprilaku demikian? Cukup banyak faktor yang mendorong para remaja melakukan hal itu yang jelas-jelas bertentangan dengan etika dan norma-norma terlebih agama. Maka salah satu faktornya ialah telah kian merasuknya budaya asing atau galaknya westternisasi mempengaruhi budaya timur yang selama ini sangat menjunjung tinggi nilai adab dan kesopanan serta menghormati nilai-nilai dan norma-norma adat dan agama. Yang sangat menyedihkan lagi menurut penulis ialah orang tua malah ikut-ikutan pula dengan cara mentolerir anak-anaknya untuk bergaul dengan teman lawan jenisnya dengan mengatakan “mau bagaimana lagi sudah perkembangan zaman”. Padahal perkembangan zaman tidak mesti harus 100 % untuk di ikuti, tetapi harus ada pemilahan-pemilahan atau penyaringan-penyaringan yang harus dilakukan oleh seorang anak serta orang tua. Maka dalam hal ini Islam juga mengaturnya. Timbul pertanyaan bagaimana pendidikan seks dalam islam? Penulis akan mencoba menguraikan bagaima pendidikan seks dalam Islam.

2. Pendidikan Seks Dalam Islam

Sesuai dengan apa yang penulis uraikan di atas, bagaimana kurangnya pendidikan seks bagi remaja, sehingga banyak menimbulkan pergaulan-pergaulan bebas (Free Sex) maka islam tidak tinggal diam. Sebagaimana halnya Allah menata gerakan dan kecendrungan-kecendrungan jiwa manusia dalam fase-fase pertumbuhan emosional, social, bahasa, moral, dan gerak. Begitu juga Allah menentukan langkah-langkah detail untuk mengendalikan kecendrungan seksual pada setiap individu.[7] Mengingat betapa penting kecendrungan naluriah yang satu ini dalam perilaku kemanusiaan yang terefleksikan darinya kami melihat pembuat syariat menetapkan aturan yang begitu ketat. Barangkali hal ini kembali kepada kaitan kegiatan seksual dengan kehormatan diri dan kehidupan suci dalam susunan tubuh manusia.[8]

Tidak disangsikan lagi bahwa islam tidak sekedar menganjurkan perbaikan prilaku seksual pada dunia anak-anak, melainkan juga dalam kehidupan orang dewasa. Sebab jika seorang pendidik muslim berhasil dalam menata kegiatan seksual pada orang dewasa (orang tua), hal itu akan berpengaruh terhadap pendidikan seksual pada anak, di mana orang tua khususnya mengajarkan pada anak sikap-sikap seksual yang aman atau sehat.[9]

Dalam hal ini islam mendeskripsikan bahwa pendidikan seks bagi anak yang mendasar adalah perbaikan-perbaikan sikap bagi orang tua dalam melakukan hubungan seks, dengan kata lain islam menganjurkan bagi orang tua untuk selalu memperhatikan sekitarnya ketika hendak melakukan hubungan badan. Hal ini dapat dilihat dari hadits nabi yang artinya “ Demi Tuhan yang diriku ada dalam genggaman-Nya, jika seorang suami menggauli istrinya, sementara di rumah itu ada seorang anak kecil yang terbangun sehingga melihat mereka, serta mendengar ucapan dan hembusan nafas mereka, ia tidak akan mendapatkan keuntungan, jika anak itu baik laki-laki maupun perempuan melainkan menjadi pezina.”[10]

Selain itu orang tua juga dituntut untuk memberikan pengetahuan-pengatahuan tentang seks yang sesuai dengan syariat. Serta mengajarkan hukum-hukum islam, dengan mengaitkan perbuatan-perbuatan seks yang terlarang (haram) untuk dilakukan dan yang diperbolehkan (halal). Dan yang lebih penting lagi adalah menanamkan jiwa spiritual mereka kepada Allah Azza wazalla.

3. Kesimpulan

v Pendidikan seks sangat penting bagi perkembangan seksualitas anak, agar terhindar dari penyimpangan-penyimpangan dalam seks.

v Dalam pelaksanaan pendidikan seks ini, orang tua merupakan pendidik utama yang lebih efisien, sebab mereka dapat melihat atau memperhatikan aplikasi seks si anak

v Islam sangat menganjurkan bagi orang tua untuk memperhatikan lingkungan sekitar rumahnya dalam melakukan hubungan badan (jima`)

v faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan seks adalah kurangnya didikan dari orang tua dalam mengarahkan dan membimbing perkembangan seksualitas seorang anak, masuknya budaya-budaya barat yang tidak sesuai dengan norma-norma adapt dan agama

4. Saran

Bagi semua kalangan baik orang tua, guru, masyarakat bahkan pemerintahan hendaknya menyikapi masalah-maslah Free sex dengan lebih serius lagi terkhusus bagi orang tua. Sebab tidak ada penyakit kalau tidak ada obatnya, begitu pula lah halnya dengan Free sex, dapat kita hindari agar tidak terjangkit pada generasi-generasi kita dengan cara: membatasi masuknya pengaruh budaya asing, terutama kepada lingkungan keluarga yang memiliki anak usia remaja, apalagi dibawah umur. Kemudian mengevaluasi semua mata pelajaran di sekolah-sekolah menengah yang berhubungan dengan moral dan akhlak. Mengintensifkan pengawasan orang tua terhadap putra ptrinya dengan cara menanamkan pendidikan seks kepada anak serta meningkatkan motivasi orang tua terhadap anaknya untuk selalu melakukan ibadah. Selanjutnya kepada remaja hendaklah diingatkan bahwa mereka adalah pemuda harapan bangsa, generasi penerus, pemegang tongkat estapet kepemimpinan negeri ini.

DAFTAR PUSTAKA

Charlie Ch. Legi, Seks Bebas, padang: Koran Singgalang, 15 Maret 2009

Madan, Yusuf. Sex Education For Children, Jakarta: Hikmah PT. Mizan Publika,

2004

Zainimal, Sosiologi Pendidikan, Padang: Hayfa Press, 2007


[1] Zainimal, Sosiologi Pendidikan, Padang, Hayfa Press, cet, I, 2007, hal, 83

[2] Ibid, hal, 83-84

[3] Ibid

[4] Ibid, hal, 86

[5] Ibid, hal 87

[6] Charlie Ch. Legi, Koran Singgalang. Ed. Minggu, 15 Maret 2009, h. 17

[7] Yusuf Madan, Sex Education For Children, Jakarta: Hikmah (PT. Mizan Publika), hal, 183

[8] Ibid, hal 184

[9] Ibid

[10] Ibid 195

WANITA DALAM ISLAM



بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَلْحَمْدُ للهٍ الذى وَفَّقَ مَنْ أَحَبَّهُ الى اتّبَاعِ دِيْنِهِ القَيِّمْ. أَشْهَدُ أَنْ لآ اِلهَ الله وَحْدَهُ لآشَرِيْكَ لَهُ الذِى خَلَقَ اْلِأنْسَانَ فىِ أَحْسَنِ تَقْوِيمْ. وأَشهد أن محمدا عبدُه ورسولُه اْلهَادِى الى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ مَنْ سَلَكَهُ فَازَ بِالعِزِّ وَالنَّعِيْمِ اْلمُقِيْمِ ومن حَادَ عَنْهُ رُمِىَ بِهِ فِى اْلجَحِيْمِ. والصلاةُ والسلامُ على سيِّدِ اْلخَلْقِ مُحمدِابْنِ عَبْدِاللهِ وعلى أله وأصحابه الذين جَاهَدُوْا فى اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ فَكَانُوْا أَحِقَّاءَ بِالنَّعِيْمِ اْلمُقِيْمِ. أمابعد:

Saudara-Saudara kaum muslimin rahimakumullah.
Ada masalah yang berkembang sekarang tentang perbedaan pendapat mengenai posisi pria dan wanita, ada yang mengatakan bahwa pria dan wanita sama, dan ada pula pendapat lain mengatakan bahwa pria dan wanita tidak sama. Kedua pendapat di atas, mempunyai kualitas kebenaran yang relatif, pendapat pertama, punya potensi atau peluang untuk salah, begitu pula sebaliknya. Perbedaan tersebut tergantung dari persfektif mana ia memandang benar atau salah.
1. Persamaan Dalam tugas pengabdian kepada Allah, pria dan wanita memiliki persamaan. Al-Qur’an menjastifikasi pendapat ini. Yang menjadi pertanyaan adalah, persamaan dalam hal apa ? hal inilah yang perlu diperjelas. Al-Qur’an dengan jelas memaparkan persamaan itu. Pria dan wanita sama-sama mempunyai hak untuk beriman dan taat kepada Allah, berbuat benar, sabar, khusyu dalam shalat, bersedeqah, berpuasa, menjaga kehormatan dan sama-sama punya hak untuk mendapat ampunan dan pahala yang besar dari Allah, sebagaimana firmannya:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Artinya:
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa hasil seseorang tidak ditentukan oleh jenis kelaminnya, sebagaimana firman Allah:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dari ayat ini, dapat diketahui bahwa seorang pria dan wanita sama-sama punya peluang untuk berkompetisi dalam mencapai suatu tujuan, siapa di antara mereka yang lebih kuat usaha dan motivasinya, maka dialah yang punya peluang untuk sukses. Gambaran al-Qur’an tesebut, tidak dapat diusahakan antitesisnya. Pria dan wanita dimata Allah sama. namun yang melebihkan di antara keduanya adalah kualitas taqwanya kepada Allah, sebagaimana firmannya:

.....إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ .....

Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. (Qs. al-Hujurat; (49): 13).
2. Perbedaan Pria dan wanita jelas berbeda dalam beberapa hal, sebagaian firman Allah:

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Artinya: Maka tatkala isteri `Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk." Perbedaan tersebut ada yang jelas, ada juga yang samar-samar, baik dari segi fisikologis maupun psikologis. Perbedaan dari aspek pisiologis, wanita memiliki hormon ekstrogen dan progesieron yang dominan, sedang pria memiliki hormon endrogen. Pria memiliki tubuh yang rata-rata lebih besar (seksual dimorphism) dibandingkan dengan wanita. Volume otak pria rata-rata lebih besar dibanding dengan volume otak wanita, pria lebih cenderung bertindak instrumental, sedangka wanita lebih cenderung ekspresif Dari segi psikologis, yakni dalam kecenderunga pria langsung atau tidak langsung. Menunjukkan sikap menonjolkan diri dan agresif yang lebih tinggi. Mereka menunjukkan kekerasan, keberanian dan lebih kasar dalam prilaku. Sementara kaum wanita menyatakan dirinya lebih pengibah, lebih perasa, lebih pemalu, dan simpatik, dan secara estetis lebih sensitif. Umumnya mereka lebih emosiaonal, lebih bersifat moralis dan normatif. Dan umumnya lebih lemah fisiknya.
3. Peran wanita a. Wanita sebagai Ibu Seorang Ibu harus mengandung, melahirkan sampai-sampai harus mempertaruhkan nyawanya demi memperjuangkan kelahiran bayi, kemudian menyusuinya, dan mendidik anaknya hingga dewasa, peran ini sudah mulai ditinggalkan oleh wanita-wanita di barat. Padahal peran ini sangat baik dan mulia. (Qs. (31): 14. (46): 15). b. Wanita sebagai Istri Seorang wanita dapat dikatakan istri setelah melalui pintu pernikahan. Dan istri sebagai pemimpin rumah tangga. Sementara fungsi pernikahan adalah untuk kebahagian, tempat menumbuhkan ketentraman dan cinta kasih. Sebagaimana firman Allah:

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Bahkan kesempurnaan seorang suami dinilai dari sikapnya terhadap istrinya, sebagaimana sabda Rasulullah: “Orang yang beriman yang paling sempurnah imannya, dan paling baik akhlaknya adalah yang paling sayang istrinya” Dari uraian di atas, telah menggambarkan bahwa Islam memandang wanita dan pria sama. tetapi fitrah kewanitaan yang dimilikinya membedakan perannya dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, manakalah pria dan wanita bekerja sama dalam ibadah, tugas dan peranannya, hak dan kewajibannya masing-masing, maka akan tercipta keluarga yang mawaddah dan warahmah, sukses dunia dan akhirat.