Senin, 25 Juni 2012

POKOK-POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012

Padang, 26 Juni 2012
Disalin dari Website Pimpinan Pusat Muhammadiyah. di- www.muhammadiyah.or.id


POKOK-POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012
“UNTUK PENCERAHAN DAN SOLUSI PERMASALAHAN BANGSA”

Muhammadiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari komponen bangsa. Oleh karena itu, Muhammadiyah sangat peduli atas tegaknya kedaulatan negara dan keutuhan bangsa yang nampaknya semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan menjadi negara yang demokratis, berkemakmuran, berkeadilan, berkemajuan, dan bermartabat. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, Tanwir Muhammadiyah Bandung menyatakan pokok-pokok pikiran sebagai berikut: 

1. Dasar Negara Pancasila
Pancasila merupakan rahmat Allah untuk bangsa Indonesia sebagai dasar untuk memajukan dan membangun Indonesia yang merdeka dan berkemajuan. Pancasila bukan agama, tetapi substansinya mengandung dan sejalan dengan nilai-nilai Islam. Namun, nilai-nilai Pancasila belum diimplementasikan secara sungguh-sungguh dalam penyelenggaraan negara dan bermasyarakat. Hal ini antara lain terlihat dari: maraknya praktek-praktek korupsi, banalisasi friksi-friksi dalam masyarakat, belum terwujudnya pemerataan atas hasil pembangunan nasional, serta tingginya angka kemiskinan. Maka, Muhammadiyah menegaskan sikap dan pandangan bahwa Pancasila merupakan konsensus nasional terbaik untuk bangsa yang majemuk untuk mencapai cita-cita nasional yang harus diisi dengan persaingan secara sehat (fastabiqul khairat). Indonesia yang berdasarkan Pancasila merupakan negara perjanjian atau kesepakatan (Darul ‘Ahdi), negara kesaksian atau pembuktian (Darus Syahadah), dan negara yang aman dan damai (Darussalam). Dengan demikian, diperlukan institusionalisasi dan substansialisasi atas nilainilai
Pancasila yang terbuka dan dinamis dalam berbangsa dan bernegara.

2. Kedaulatan Bangsa dan Negara
Muhammadiyah melihat gejala dan fakta melemahnya kedaulatan bangsa dan negara dalam bidang ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Terdapat gejala dimana kekayaan dan kedaulatan ekonomi dikuasai oleh kepentingan asing, sehingga, bangsa Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya 1945 masih mengalami masalah kedaulatan yang sangat serius. Pertama, dalam bidang ekonomi ditandai dengan adanya perundang-undangan tentang eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih menguntungkan kepentingan asing dan sejumlah komprador dalam negeri, bukan untuk kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia. Kedua. dalam bidang politik, tampak begitu kompromistis, tidak melihat adanya independensi negara dalam membuat kebijakan yang memihak kepentingan umum. Ketiga, ada gejala dimana penegakan hukum dipengaruhi oleh kepentingan dan kekuatan asing serta kompradornya di dalam negeri. Keempat, dalam bidang budaya ditandai oleh melemahnya watak dan karakter bangsa, serta rasa rendah diri dalam menghadapi globalisasi dan rentannya rasa percaya diri terhadap budaya dari luar. Muhammadiyah mendesak semua pihak, khususnya pemerintah selaku pemangku amanat rakyat agar melakukan langkah-langkah konkrit untuk menyelamatkan dan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara. Pemerintah harus menegakkan kedaulatan ekonomi dengan mengembangkan ekonomi konstitusional dengan melindungi dan memberdayakan ekonomi nasional yang berpihak kepada rakyat dan bebas dari dominasi dan eksploitasi asing dan kompradornya di dalam negeri, baik dalam bidang produksi, distribusi, yang didukung oleh kemandirian dalam pembiayaan pembangunan nasional.

Dalam bidang politik, Muhammadiyah mendesak penyelenggara negara, khususnya pemerintah dan DPR untuk mencabut dan/atau merevisi produk perundang-undangan yang mengancam kedaulatan negara dan mencegah adanya produk/rumusan hukum dan perundangan-undangan baru yang tidak memihak kepada kedaulatan bangsa dan negara. Dalam bidang hukum, Muhammadiyah mendesak Pemerintah dan aparat hukum untuk hukum secara adil, mandiri, dan bebas dari tekanan dan intervensi pihak manapun. Dalam bidang budaya, Muhammadiyah mendesak kepada semua pihak, khususnya pemerintah untuk mengarusutamakan pendidikan karakter dan mengembangkan strategi kebudayaan nasional yang mengedepankan kemandirian, jati diri, dan harga diri bangsa.

3. Kriteria Kepemimpinan Bangsa
Salah satu pangkal permasalahan bangsa adalah kepemimpinan, dan saat ini bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Muhammadiyah melihat kepemimpinan bangsa yang ada selama ini sering absen ketika diperlukan, lamban, bimbang dan galau dalam mengambil keputusan, dan korup. Hal ini disebabkan antara lain oleh perilaku politik transaksional, penggunaan uang dalam mengejar jabatan, dan kegagalan partai politik dalam melakukan perkaderan dan rekrutmen pemimpin bangsa. Lemahnya kepemimpinan nasional ini berakibat pada buruknya kualitas sumberdaya manusia sebagaimana terindikasi dari peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh PBB. Apalagi, Indeks Negara Gagal 2012 semakin menegaskan bahwa Indonesia menjadi sangat beresiko untuk menjadi negara gagal (failed state). Muhammadiyah memandang perlunya langkah-langkah penyelamatan bangsa melalui penguatan kepemimpinan. Untuk itu, bangsa Indonesia memerlukan pemimpin yang
memenuhi kriteria, antara lain :

- Visioner, yaitu memiliki visi yang sesuai dengan cita-cita nasional para pendiri bangsa.
- Nasionalis-Humanis, yaitu komitmen kebangsaan yang kuat dan kemanusiaan yang luhur. 
- Solidarity Maker, yaitu kemampuan membangun solidaritas bangsa yang majemuk. 
- Risk Taker, yaitu berani mengambil resiko. 
- Decisive, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang cepat, tepat, dan tegas. 
- Morally Committed, yaitu integritas moral yang tinggi sehingga tidak menyalahgunakan kekuasaan dan tidak 
  korup.

4. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan bangsa adalah sebuah keniscayaan. Sepanjang sejarah bangsa Indonesia masyarakat berperan secara sentral dalam merebut, mempertahan, dan mengisi kemerdekaan. Masyarakat berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan, kesejahteraan, kesehatan, dan kemajuan bangsa. Sikap pemerintah yang tidak mengakui, mengakomodasi apalagi membatasi dan menghalangi partisipasi masyarakat madani, tidak hanya mencerminkan arogansi kekuasaan, tetapi juga merugikan bangsa dan negara termasuk pemerintah sendiri. Oleh karena itu Muhammadiyah mengingatkan pemerintah agar tidak mengabaikan dan menafikan partisipasi organisasi masyarakat madani. Pemerintah juga diminta untuk merevisi perundang-undangan yang membatasi dan menghalangi partisipasi masyarakat seperti Undang-Undang tentang Rumah Sakit, dan Undang-Undang tentang Gerakan Pramuka. Muhammadiyah mengajak seluruh kekuatan masyarakat madani untuk bekerjasama dan berhati-hati terhadap berbagai usaha pemecah-belahan.

5. Otonomi Daerah dan Integrasi Nasional
Otonomi daerah yang dikembangkan selama ini telah mampu memberdayakan masyarakat dan pemerintahan di daerah. Tetapi Otonomi Daerah yang berbasis pemerintah kabupaten/kota dengan kewenangan yang tidak memperhatikan karakteristik dan kemampuan daerah telah melahirkan jumlah daerah otonom yang terlalu banyak, menimbulkan masalah koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pemerintahan, inefisiensi anggaran, distorsi kebijakan, serta primordialisme dan egoisme kedaerahan. Membiarkan keadaan ini terus berlangsung akan beresiko mempertajam konflik sosial dan politik yang mengancam integrasi bangsa. Muhammadiyah mengusulkan dilakukannya pengkajian ulang terhadap design sistem otonomi daerah demi integrasi nasional dan kepentingan bangsa yang lebih besar, dan mengkaji ulang perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah secara keseluruhan. Dalam hal ini Muhammadiyah berpandangan bahwa otonomi daerah sebaiknya dititikberatkan pada tingkat provinsi, dengan pembagian kewenangan daerah sesuai kekhususan, karakteristik sejarah, budaya, politik, dan kemampuan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.

6. Kekerasan Massa
Muhammadiyah sangat prihatin dengan meningkatnya tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat. Dipergunakannya cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan, tidak hanya menimbulkan ketakutan massa yang meluas, ketidakstabilan ekonomi dan politik, permusuhan sesama warga masyarakat, serta ancaman terhadap kemajemukan bangsa. Meningkatnya kekerasan antara lain disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum, kegagalan negara dalam mengelola sektor keamanan termasuk di dalamnya, pembiaran negara atas penguasaan alat dan cara-cara kekerasan oleh masyarakat, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan. Muhammadiyah mendesak dihentikannya cara-cara kekerasan oleh masyarakat, dan penyalahgunaan kekerasan oleh aparat keamanan. Negara harus melindungi masyarakat, memperkuat kinerja aparat keamanan, menegakkan hukum dan tertib sosial. Selain itu perlu memperkuat pendidikan kewargaan dan menghidupkan kembali tradisi kerukunan dan perdamaian masyarakat.

Bandung, 04 Sya’ban 1433 H
                                                                                                                                       24     Juni  2012 M

Pimpinan Pusat Muhammadiyah
                                     Ketua Umum,                                                  Sekretaris Umum,

                Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin, M.A                         Dr. H. Agung Danarto, M.Ag.
                               NBM. 563653                                                            NBM. 608658

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar