Disalin dari Website Pimpinan Pusat Muhammadiyah. di- www.muhammadiyah.or.id
POKOK-POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012
“UNTUK PENCERAHAN DAN SOLUSI PERMASALAHAN BANGSA”
Muhammadiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari komponen bangsa.
Oleh karena itu, Muhammadiyah sangat peduli atas tegaknya kedaulatan negara dan
keutuhan bangsa yang nampaknya semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan menjadi
negara yang demokratis, berkemakmuran, berkeadilan, berkemajuan, dan
bermartabat. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, Tanwir Muhammadiyah Bandung
menyatakan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Dasar Negara Pancasila
1. Dasar Negara Pancasila
Pancasila
merupakan rahmat Allah untuk bangsa Indonesia sebagai dasar untuk memajukan dan
membangun Indonesia yang merdeka dan berkemajuan. Pancasila bukan agama, tetapi
substansinya mengandung dan sejalan dengan nilai-nilai Islam. Namun,
nilai-nilai Pancasila belum diimplementasikan secara sungguh-sungguh dalam penyelenggaraan
negara dan bermasyarakat. Hal ini antara lain terlihat dari: maraknya praktek-praktek
korupsi, banalisasi friksi-friksi dalam masyarakat, belum terwujudnya pemerataan
atas hasil pembangunan nasional, serta tingginya angka kemiskinan. Maka,
Muhammadiyah menegaskan sikap dan pandangan bahwa Pancasila merupakan konsensus
nasional terbaik untuk bangsa yang majemuk untuk mencapai cita-cita nasional yang
harus diisi dengan persaingan secara sehat (fastabiqul khairat).
Indonesia yang berdasarkan Pancasila merupakan negara perjanjian atau
kesepakatan (Darul ‘Ahdi), negara kesaksian atau pembuktian (Darus
Syahadah), dan negara yang aman dan damai (Darussalam). Dengan
demikian, diperlukan institusionalisasi dan substansialisasi atas nilainilai
Pancasila
yang terbuka dan dinamis dalam berbangsa dan bernegara.
2. Kedaulatan Bangsa dan Negara
Muhammadiyah
melihat gejala dan fakta melemahnya kedaulatan bangsa dan negara dalam bidang
ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Terdapat gejala dimana kekayaan dan kedaulatan
ekonomi dikuasai oleh kepentingan asing, sehingga, bangsa Indonesia yang memproklamasikan
kemerdekaannya 1945 masih mengalami masalah kedaulatan yang sangat serius. Pertama,
dalam bidang ekonomi ditandai dengan adanya perundang-undangan tentang eksplorasi
dan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih menguntungkan kepentingan asing dan
sejumlah komprador dalam negeri, bukan untuk kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Kedua. dalam bidang politik, tampak begitu kompromistis, tidak melihat
adanya independensi negara dalam membuat kebijakan yang memihak kepentingan
umum. Ketiga, ada gejala dimana penegakan hukum dipengaruhi oleh
kepentingan dan kekuatan asing serta kompradornya di dalam negeri. Keempat, dalam
bidang budaya ditandai oleh melemahnya watak dan karakter bangsa, serta rasa
rendah diri dalam menghadapi globalisasi dan rentannya rasa percaya diri
terhadap budaya dari luar. Muhammadiyah mendesak semua pihak, khususnya
pemerintah selaku pemangku amanat rakyat agar melakukan langkah-langkah konkrit
untuk menyelamatkan dan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara. Pemerintah
harus menegakkan kedaulatan ekonomi dengan mengembangkan ekonomi konstitusional
dengan melindungi dan memberdayakan ekonomi nasional yang berpihak kepada
rakyat dan bebas dari dominasi dan eksploitasi asing dan kompradornya
di dalam negeri, baik dalam bidang produksi, distribusi, yang didukung oleh kemandirian
dalam pembiayaan pembangunan nasional.
Dalam
bidang politik, Muhammadiyah mendesak penyelenggara negara, khususnya pemerintah
dan DPR untuk mencabut dan/atau merevisi produk perundang-undangan yang
mengancam kedaulatan negara dan mencegah adanya produk/rumusan hukum dan perundangan-undangan
baru yang tidak memihak kepada kedaulatan bangsa dan negara. Dalam bidang
hukum, Muhammadiyah mendesak Pemerintah dan aparat hukum untuk hukum secara
adil, mandiri, dan bebas dari tekanan dan intervensi pihak manapun. Dalam
bidang budaya, Muhammadiyah mendesak kepada semua pihak, khususnya pemerintah
untuk mengarusutamakan pendidikan karakter dan mengembangkan strategi kebudayaan
nasional yang mengedepankan kemandirian, jati diri, dan harga diri bangsa.
3. Kriteria Kepemimpinan Bangsa
3. Kriteria Kepemimpinan Bangsa
Salah
satu pangkal permasalahan bangsa adalah kepemimpinan, dan saat ini bangsa
Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Muhammadiyah melihat kepemimpinan
bangsa yang ada selama ini sering absen ketika diperlukan, lamban, bimbang dan
galau dalam mengambil keputusan, dan korup. Hal ini disebabkan antara lain oleh
perilaku politik transaksional, penggunaan uang dalam mengejar jabatan, dan
kegagalan partai politik dalam melakukan perkaderan dan rekrutmen pemimpin
bangsa. Lemahnya kepemimpinan nasional ini berakibat pada buruknya kualitas
sumberdaya manusia sebagaimana terindikasi dari peringkat Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh PBB. Apalagi, Indeks Negara Gagal 2012
semakin menegaskan bahwa Indonesia menjadi sangat beresiko untuk menjadi negara
gagal (failed state). Muhammadiyah memandang perlunya langkah-langkah
penyelamatan bangsa melalui penguatan kepemimpinan. Untuk itu, bangsa Indonesia
memerlukan pemimpin yang
memenuhi
kriteria, antara lain :
- Visioner, yaitu memiliki visi yang sesuai dengan cita-cita nasional para pendiri bangsa.
- Nasionalis-Humanis, yaitu komitmen kebangsaan yang kuat dan kemanusiaan yang luhur.
- Solidarity Maker, yaitu kemampuan membangun solidaritas bangsa yang majemuk.
- Risk Taker, yaitu berani mengambil resiko.
- Decisive, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang cepat, tepat, dan tegas.
- Morally Committed, yaitu integritas moral yang tinggi sehingga tidak menyalahgunakan kekuasaan dan tidak
korup.
4. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi
masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan bangsa adalah sebuah keniscayaan.
Sepanjang sejarah bangsa Indonesia masyarakat berperan secara sentral dalam merebut,
mempertahan, dan mengisi kemerdekaan. Masyarakat berpartisipasi dalam mencerdaskan
kehidupan, kesejahteraan, kesehatan, dan kemajuan bangsa. Sikap
pemerintah yang tidak mengakui, mengakomodasi apalagi membatasi dan menghalangi
partisipasi masyarakat madani, tidak hanya mencerminkan arogansi kekuasaan,
tetapi juga merugikan bangsa dan negara termasuk pemerintah sendiri. Oleh
karena itu Muhammadiyah mengingatkan pemerintah agar tidak mengabaikan dan menafikan
partisipasi organisasi masyarakat madani. Pemerintah juga diminta untuk
merevisi perundang-undangan yang membatasi dan menghalangi partisipasi
masyarakat seperti Undang-Undang tentang Rumah Sakit, dan Undang-Undang tentang
Gerakan Pramuka. Muhammadiyah mengajak seluruh kekuatan masyarakat madani untuk
bekerjasama dan berhati-hati terhadap berbagai usaha pemecah-belahan.
5. Otonomi Daerah dan Integrasi Nasional
Otonomi
daerah yang dikembangkan selama ini telah mampu memberdayakan masyarakat dan
pemerintahan di daerah. Tetapi Otonomi Daerah yang berbasis pemerintah kabupaten/kota
dengan kewenangan yang tidak memperhatikan karakteristik dan kemampuan daerah
telah melahirkan jumlah daerah otonom yang terlalu banyak, menimbulkan masalah koordinasi
perencanaan dan pelaksanaan pemerintahan, inefisiensi anggaran, distorsi kebijakan,
serta primordialisme dan egoisme kedaerahan. Membiarkan keadaan ini terus berlangsung
akan beresiko mempertajam konflik sosial dan politik yang mengancam integrasi bangsa.
Muhammadiyah mengusulkan dilakukannya pengkajian ulang terhadap design sistem
otonomi daerah demi integrasi nasional dan kepentingan bangsa yang lebih besar,
dan mengkaji ulang perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah
secara keseluruhan. Dalam hal ini Muhammadiyah berpandangan bahwa otonomi
daerah sebaiknya dititikberatkan pada tingkat provinsi, dengan pembagian
kewenangan daerah sesuai kekhususan, karakteristik sejarah, budaya, politik,
dan kemampuan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.
6. Kekerasan Massa
Muhammadiyah
sangat prihatin dengan meningkatnya tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat.
Dipergunakannya cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan, tidak hanya menimbulkan
ketakutan massa yang meluas, ketidakstabilan ekonomi dan politik, permusuhan
sesama warga masyarakat, serta ancaman terhadap kemajemukan bangsa. Meningkatnya
kekerasan antara lain disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum, kegagalan negara
dalam mengelola sektor keamanan termasuk di dalamnya, pembiaran negara atas penguasaan
alat dan cara-cara kekerasan oleh masyarakat, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan.
Muhammadiyah mendesak dihentikannya cara-cara kekerasan oleh masyarakat, dan penyalahgunaan
kekerasan oleh aparat keamanan. Negara harus melindungi masyarakat, memperkuat
kinerja aparat keamanan, menegakkan hukum dan tertib sosial. Selain itu perlu memperkuat
pendidikan kewargaan dan menghidupkan kembali tradisi kerukunan dan perdamaian
masyarakat.
Bandung,
04 Sya’ban 1433 H
24 Juni 2012 M
Pimpinan
Pusat Muhammadiyah
Ketua
Umum, Sekretaris
Umum,
Prof.
Dr. H. M. Din Syamsuddin, M.A Dr.
H. Agung Danarto, M.Ag.
NBM. 563653 NBM. 608658
NBM. 563653 NBM. 608658
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar