Kamis, 09 Juni 2011

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA MENUJU PEMBINAAN AKHLAK

MUQADDIMAH

Dalam rangkaian peningkatan kualitas Iman dan Taqwa (IMTAQ) kepada Allah swt., dalam kesempatan yang baik ini kita membicarakan tentang topik; Pendidikan dalam Keluarga Menuju Pembinaan Akhlak Mulia. Hal ini penting mengingat keluarga merupakan pemegang tanggung jawab terpenting dalam pendidikan, dan tercapainya kualitas taqwa manusia kepada Tuhan –terutama dan terpenting- adalah terbentuknya akhlak mulia (al akhlaq al karimah). Lagi pula kemuliaan dan kebergunaan manusia terletak pada kemuliaan akhlaknya.

KELUARGA DALAM PANDANGAN ISLAM

Dalam pandangan Islam, keluarga di samping memiliki fungsi utama sebagai tempat pengembangan keturunan (fungsi reproduksi), juga memiliki fungsi utama lainnya yang amat penting, yaitu sebagai tempat persemaian nilai-nilai akhlaqul karimah (moralitas) bagi anak dan keturunan (fungsi edukatif dan religius). Fungsi ini amat fundamental sifatnya, sehingga para nabi dan rasul Allah senantiasa bermohon kepada Allah swt. agar mendapatkan anak keturuan yang mempunyai cita-cita, idealisme, dan prilaku yang relatif sama dengan mereka.

Apakah yang harus diutamakan dalam pendidikan keluarga agar anak-anak yang lahir dalam keluarga memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dalam menghadapi hidupnya di masa depan?

Pasal 10 ayat (4) Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 2/1989 menyebutkan: “Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah, yang diselenggarakan di lingkungan keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan.” Dengan demikian, masalah keyakinan agama dan persoalan moral perlu memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh dalam pendidikan keluarga, dalam konteks ini, pendidik pertama dan utama adalah kedua orang tua. Sekolah dalam arti lembaga pengajaran hanyalah sebagai pembantu para orang tua.

PERANAN ORANG TUA

Dalam sebuah hadits disebutkan tentang “fithrah” yang menegaskan peran-kunci orang tua dalam menentukan warna kepribadian anak/keturunan:

كل مولود يولد على الفترة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه

“Bahwa setiap anak lahir membawa fitrahnya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.

Hadits tersebut mengisyaratkan betapa besar dan efektif pengaruh kedua orang tua dalam mendidik anak, sehingga seakan-akan ia mampu menjadikan anaknya memeluk agama sebagaimana dikehendakinya. Sebagian ulama memahami term “fithrah” sebagai “aneka potensi yang merupakan pembawaan anak” yang perkembangannya tergantung pada kepedulian dan aktivitas orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Hal yang paling penting dikembangkan oleh orang tua dari potensi anak ialah kecenderungan positif untuk beragama dan untuk berakhlak mulia. Orang tua tidak boleh lengah untuk mengantarkan anak/keturunannya agar beragama dan berakhlak mulia dalam hidup dan kehidupannya. Akhlaklah yang menjadi patokan atau ukuran suatu masyarakat atau bangsa masih tegak berdiri atau hancur. Syauqi Bek mengatakan: “Sebuah bangsa dapat dikatakan tegak apabila akhlaknya masih terjaga. Manakala akhlak bangsa itu telah bobrok, hilanglah bangsa itu”. Bobrok dan hancurnya akhlak manusia menandai terjadinya krisis kemanusiaan, dan nilai-nilai kemanusiaan akan terjaga dengan baik selama manusia mampu menjaga akhlaknya.

Penjagaan akhlak sangat bergantung kepada kemantapan iman serta ketaqwaan kepada Alah swt. Apabila iman seseorang mantap, maka akhlaknya terjaga dengan baik. Sebaliknya, apabila iman seseorang rapuh, maka akhlaknya pun rapuh. Jadi, perbuatan baik atau buruk yang dilakukan seseorang amat terkait dengan kualitas imannya.

Tindak kejahatan manusia, dengan demikian, adalah disebabkan oleh kekosongan iman. Rasulullah saw. bersabda: “Seseorang tidak akan berbuat zina, membuhun sesama, mabuk-mabukan, mencuri dan melakukan konaran, jika ia seorang yang beriman (mukmin)”. Jadi, berbagai krisis yang melanda kehidupan manusia adalah akibat terjadinya krisis moral/akhlak yang bersumber dari krisis iman. Dan, jikalau keimanan seseorang diasumsikan terbentuk melalui proses pendidian agama, maka dapat dimunculkan pertanyaan; apakah krisis moral mengindikasikan bahwa Pendidikan Agama kurang berhasil memainkan peranannya? Kalau moral anak-anak/masyarakat sekarang ini terlihat rusak dan bobrok, apakah ini menunjukkan bahwa pendidikan dalam keluarga tidak berhasil? Atau pendidikan dalam keluarga belum berjalan sebagaimana yang seharusnya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa “ya”, bisa juga “tidak”, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Namun, umumnya orang melihat bahwa krisis multidimensi yang muncul pada akhir-akhir ini terutama yang menyangkut krisis moral, -memang- disebabkan karena kekurangberhasilan pendidikan agama, baik di lembaga keluarga maupun di sekolah-sekolah.

Oleh karena itu, sangat perlu untuk meningkatkan kesadaran setiap orang tua akan pentingnya pendidikan dalam keluarga digalakkan dan dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga akan muncul generasi penerus bangsa yang betul-betul bermoral, yaitu generasi yang betul-betul menerapkan petunjuk-petunjuk agama dalam kehidupannya.

MEMBEKALI ANAK DENGAN PETUNJUK-PETUNJUK AGAMA

Kalau seorang anak mantap menerapkan petunjuk-petunjuk agama, maka segala hal-hal buruk yang terjadi di luar dirinya tidak akan berpengaruh negatif. Bagaikan ikan di tengah laut, sungguhpun air di sekelilingnya asin, namun tubuh atau daging ikan itu selama ia masih hidup tidaklah terpengaruh oleh asinnya air laut itu. Tetapi, jika si ikan telah mati, air laut yang asin tentu dapat membuat daging ikan itu asin. Maka, manusia yang mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif yang terjadi di luar dirinya, pada dasarnya sepertiikan mati, tidak berjiwa dan kosong iman.

Allah swt. berfirman:

ياأيها الذين آمنوا عليكم أنفسكم لا يضركم من ضل إذا اهتديتم إلى الله مرجعكم جميعا فينبئكم بما كنتم تعملون (المائدة: 105)

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah masing-masing dirimu. Tidaklah akan memberi pengaruh negatif kepadamu orang yang sesat apabila kamu (benar-benar) menerapkan petunjuk-petunjuk Allah (dalam kehidupan). Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Al-M±idah [5]: 105).

Beruntunglah orang/anak yang tidak terpengaruh oleh orang lain yang sesat. Lingkungan sosial, seburuk apapun, tidak akan berpengaruh negatif kepada orang-orang yang kuat melaksanakan ajaran agama atas dasar kemantapan imannya. Maka menjadi tanggung jawab para orang tualah untuk mengantarkan anak-anak memiliki keimanan yang mantap. Guru-guru agama di sekolah hanyalah sebagai pembantu para orang tua. Peranan orang tua mengantarkan anak kepada keimanan yang mantap sehingga hidup dan kehidupannya bermoral, tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Peranan ini, sekali lagi, menuntut kesdaran setiap orang tua.

Kesadaran akan pentingnya pendidikan dalam keluarga ini akan menempatkan ibu dan ayah (orang tua), di samping sebagai pemimpin dan pengayom keluarga terhadap berbagai hal, juga sebagai guru utama dan pertama, yang dengan penuh kasih sayang mendidik anaknya sendiri. Para orang tua berkewajiban menanamkan nilai-nilai akidah dan akhlakul karimah, seperti pengharagaan terhadap kerja dan waktu, penghormatan dan pemberian kasih sayang kepada sesama, membiasakan melaksanakan shalat, membaca al-Qur’an, bangun pagi dan sebagainya. Tentu saja, pendidikan keluarga akan berhasil manakala orang tua mampu menempatkan dirinya sebagai guru yang bisa menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya.

Jika para orang tua bersifat dan bersikap masa bodoh terhadap pendidikan dalam keluarga dan hanya sibuk memberikan nafkah lahiriah, sementara kalau anak-anak di luar rumah tidak mendapatkan pendidikan yang baik, maka akan lahirlah anak-anak yang memilki perilaku yang menyimpang, bahkan cenderung mengarah kepada tindakan kejahatan, melakukan tindakan-tindakan kriminal, seperti yang banyak terjadi sekarang ini. Mereka terlibat tawuran, membunuh, merampok, terlibat peredaran narkoba, peredaran senjata gelap, dan perilaku-perilaku kriminal lainnya.

Maka, marilah kita mencamkan baik-baik firman Alah swt., yang ayatnya telah dibacakan sebelumnya:

ياأيها الذين ءامنوا قوا أنفسكم و أهليكم نارا وقودها الناس والحجارة عليها ملائكة غلاظ شداد لا يعصون الله ما أمرهم و يفعلون ما يؤمرون (التحريم: 6)

“Wahai sekalian orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari (prilaku-prilaku yang akan menyebabkan kamu mendapatkan) siksa neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. Al-Ta¥r³m [66]: 6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar