Selasa, 12 Juli 2011

RASMUL QUR`AN

A. Pengertian Rasmul Qur`an

Istilah Rasmul Qur`an terdiri dari dua kata yaitu rasm dan Al-Qur`an. Kata rasm bentuk tulisan. Dapat juga diartikan dengan `atsar dan `alamah. Sedangkan Al-Qur`an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan perantaraan malaikat jibril, ditulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada umat manusia secara mutawatir (oleh banyak orang) dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatiha dan diakhiri dengan surat An-Nas.

Dengan demikian, rasm Al-Qur`an berarti bentuk tulisan Al-Qur`an. Para ulama lebih cenderung menamakannya dengan istilah rasmul mushaf. Adapula yang menyebutnya rasmul Utsmani karena Khalifah Utsmanlah yang merestui dilakukannya penulisan Al-Qur`an. Rasmul mushaf merupakan ketentuan atau pola yang digunakan oleh Utsman bin Affan beserta sahabat-sahabat lainnya dalam penulisan Al- Qur`an yang berkaitan dengan susunan huruf-hurufnya yang terdapat dalam mushaf-mushafyang dikirim ke berbagai daerah dan kota serta mushaf Al-Iman yang berada ditangan khalifah Utsman bin Affan itu sendiri.

B. Pendapat ulama tentang Rasmul Qur`an

Ada beberapa pendapat tentang rasmul Qur`an berkaitan dengan permasalahan, apakah rasmul Qur`an merupakn tauqifi (ketetapan) dari Nabi Muhammad saw, atau bukan. Ada dua pendapat dari kalangan ulama mengenai permasalahan ini yaitu:

1. menurut Ibnu Mubarak rasmul Qur`an adalah tauqifi dan metode penulisannya dinyatakan sendiri oleh Rasulullah saw. Pendapat ini dianut dan dipertahankan oleh Ibnu Mubarak yang sependapat dengan gurunya Abdul Azis ad-Dabbagh. Ia menyatakan bahwa, tidak seujung rambutpun huruf Al-Qur`an yang ditulis atas kehendak seorang sahabat nabi atau yang lainnya.

Rasmul Qur`an adalah taufiqi dair nabi Muhammad saw, yakni atas dasar petunjuk dan tuntunan langsung dari Rasulullah saw. Beliaulah yang menyuruh mereka (baca, para sahabat) untuk menulis rasmul Qur`an itu dalam bentuk yang dikenal sampai sekarang. Termasuk tambahan huruf “alif” dan pengurangannya, yaitu rahasia yang di khususkan Allah swt, bagi kitab suci Al-Qur`an suatu kekhususan yang tidak diberikan kepada kitab-kitab suci lainnya. Sama halnya dengan susunan Al-Qur`an itu mu`jiz (membuat lawan tak berdaya), maka rasmul Qur`an juga mu`jiz.[1]

Pendapat tersebut dadasarkan pada suatu riwayat bahwa Nabi Muhammad saw, pernah bersabda kepada Muawiyah, salah seorang pencatat wahyu, “Goreskan tinta, tegakkan huruf ya`, bedakan sin, jangan kamu miringkan mim, baguskan tulisam lafal Allah, panjangkan Ar-Rahman, baguskan Ar-Rahim dan letakkanlah penamu pada telinga kirimu; karena yang demikian akan lebih adapat mengingatkan kamu”.[2]

Atas dasar tersebut, maka Al-Zarqani didalam kitabnya Manahilul `Irfan berpendapat bahwa tidak ada salahnya memandang beberap keistimewaan rasmul Qur`an sebagai petunjuk tentang adanya makna rahasia yang sangat halus.[3] Seperti penambahan “ya`” dalam penulisan kata “aydin” yang tedapat dalam firmannya, dalam surat Adz-Dzariyat ayat 47 yang berbunyi:

Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa”

Ayat ini merupakan asyarat bagi kehebatan kekuatan Allah yang dengannya dia membangun langit, dan bahwa kekuatan-Nya itu tidakdapat disamai, ditandingi oleh kekuatan yang manapun.berdasarkan kaidah yang masyhur, “penambahan huruf dalam bentuk kalimat menunjukkan penambahan makna”.

Pendapat ini sama sekali tidak bersumber bahwa rasm itu bersifat tauqifi. Tetapi sebenarnya para penulislah yang mempergunakan istilah dan cara tersebut pada masa Utsman atas izinya, dan bahkan utsman telah memberikan pedoman pada mereka, dengan perkataannya kepada tiga orang Quraisy, “jika kalian (bertiga) berselisih pendapat dengan zaid bin Tsabit mengenai penulisan sebuah lafal Al-Qur`an, maka tulislah menurut logat Quraisy, karena ia diturunkan dalam logat mereka”. Ketika mereka berselisih pendapat dalampenulisan tabut, Zaid bin Tsabit mengatakan; tabuh, tetapi beberapa orang dari Quraisy mengtakan; Tabut, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Utsman,Utsman mengatakan, “Tulislah Tabut karena Al-Qur`an diturunkan dalam bahasa Quraisy”.[4]

2. sedangkan QadhiAbu al-Baihaqi berpandangan bahwa rasmul Qur`an tersebut tidak masuk akal kalau dikatakan tauqifi.ia mengatakan bahw mengenai tulisan Al-Qur`an, Allah swt, sama sekali tidak mewajibkan kepada umat islam dan tidak melarang para penulis Al-Qur`an untuk menggunakan rasm selamaitu (baca; Utsman bin Affan). Yang dikatakan kewajiban hanyalah diketahui dari berita-berita yang didengar.

Kewajiban itu tidak terdapat dalam nash Al-Qur`an maupun hadits Nabi Muhammad saw. Tidak ada petunjukkhusus yang mengisyaratkan bahwa penulisan rasmul Qur`an dan pencatatan srta penulisan hanya dilakukan dalam bentuk khusus atau dengan cara tertentuyang tidak boleh ditinggalkan, demikian pula dengan ijma` (kesepakatan)ulama. Bahkan sunnah Rasulullah saw,memberikan isyarat bahwa dibolehkannya penulisan Al-Qur`an dengan rasm yang paling mudah. Karena Rasulullah saw, memerintahkan penulisannya tanpa menjelaskan bentuk tulisan (baca;rasm) tertentu dan beliau tidak melarang siapapun yang menulis Al-Qur`an. Sehingga bentuk tulisan mushafpun berbeda-beda. Maka sangatlah memungkinkan Al-Qur`an ditulis dengan huruf Kufi dan huruf dizaman kuno. Setiap orang boleh menulis mushaf dengan cara yang sudah lazim dan menjadi kebiasaannya atau dengan caranya sendiri yang menurutnya paling mudah dan paling baik.

Subhi as-Shalih tidak sependapat dengan pendapat kedua yang dipelopori oleh oleh Baihaqi, tentang dibolehkannya menulis rasmul Qur`an secara berlainan. Sbhi as-Shalih sependapat dengan al-Izz bin Abdus-Salam yang mengatakanbahwa dewasa ini penulisan mushaf tidak boleh berdasarkan rasm kuno yang telah disepakati oleh para imam masa lalu.

Tulisan arabmenurut teori terpopuler di kalanganserjan barat bahwa berasal dari tulisan kurfi Nabthi (Nabathen), yang trasformasikan kedalam karakter tulisan arab pada abad IV atau V. proses transformasi ini kemungkinan berlangsung diMadyan atau dikerajaan Gassanid(Gasaniyah). Dibawah pengaruh perniagaan , tulisan ini kemudian menyebar keutara dan selatan. Pada permulaan abad IV,telah masuk didaerah Siria utara dan mencapai puncak keberhasilan penyebarannya yang sama kedaerah-daerah yang menggunakan bahasa Arab utara,khususnya di Mekkahataupun di Madinah.

Sedangkan dikalangn sejarawan Arab, mereka berpandangan bahwa ulisan Arab tersebut berasal dari Hirah sebuah kota didekat Babiloni dan Anbar sebuah kota di Eufrat, sebelah Barat Laut kota Baghdad sekarang. Dikisahkan bahwa tulisan Arab sampai ke Mekkah melalui Harb ibn Umaiyah ibn Abd as-Syams yang mempelajari dari orang-orang tertentu yang ditemuinya dalam perjlanan-perjalanannya. Salah satu diantaranya adalah Bisyr Abd, Al-Malik yang dating ke Mekkahsembari mengajari sejumlah orang Mekkah tulis-menulis.

Dalam riwayat yang laindisebutkan bahwa, ketika orang-oarang hijrah ditanya dari mana mereka memperoleh pengetahuan tentang tulis-menulis Aksara Arab tersebut, mereka menjawab dari penduduk al-Anbar. Terdapat dua jenis tulisan Arab yang disebut khat Hijasi yang berkembang ketika itu yaitu:

1. Khat Khufi, dinamakan Khufi karena dinisbahkan pada kota Kufah tempat berkembang dan disempurnakannya kaidah-kaidah penulisan Aksara tersebut. Bentuk tulisan inisangat mirip dengan tulisan orang-orang Hirah yang bersumber dari tulisan Suryani (Siriak). Kaht Khufi digunakan saat itu adalah antara lain untuk menyalin Al-Qur`an.

2. kaht Nasakhi yang bersumber dari bentuk tulisan Nabthi. Bentuk Khat ini biasanya digunakan dalam surat-menyurat. Namun teori tantang asal usul kedua bentuk tulisan ini tidak begitu diterima oleh sejarawan Arab, yang melihat bahwa tulisan musnad yang bersumber dari tulisan Arami(Aramaik) yang masuk e Hijaz melalui Yaman merupakan bagian dari rangkaian tulisan Arab.

Apabila disepakatibahwa bentuk dan ragam tulisan adalah produk budaya manusia yang berkembang selaras dengan perkembangan manusia,maka permasalahannya adalah apakah suatu bentuk tulisan memiliki sangsi Ilahi atau meskikah ia pertahankan karena merupakan consensus masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu adalah permasalahan yang terlalu sepele dan tak perlu diperdebatkan. Bentuk aksara primitive Arab yang digunakan untuk menyalin mushaf Utsman telah membuka peluang untuk pembacaan teks mushaf tersebut secara beragam, dapat dilacak pada berbagai perbedaan bacaan yang eksis dalam bacaan (qira`at)yang tujuh ataupun berbagaibacaan non Utsmani lainnya.

C. Kaitan antara rasmul Qur`an dengan qira`at

Qira`at adalah jamak dari qira`ah artinya bacaan. Ia adalah masdar dari Qara`a. dalam istilah keilmuan qira`at adalah salah satu madzhab pembacaan Al-Qur`an yang dipakai salah seorang imam qurra sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya. Qira`at ini didasarka kepada sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah saw. Periode Qurra`yang mengajarkan bacaan Al-Qur`an kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing adalah dengan berpedoman kepada masa para sahabat. Diantara para sahabat yang terkenal mengajarkan qira`at adalah Ubay, Ali, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas`ud, Abu Musa Al-Asy`arid an lain-lain. Darimereka itulh sebagian besar sahabat dan Tabi`in diberbagai negeri belajar qira`at, mereka semuanya bersadar kepada Rasulullah.

Langkah penyeragaman teks yang dilakukan oleh khalifah ketiga yaitu Utsman bin Affan melalui pengumpulan resmi Qur`an, terutama sekalidapat dilihat sebagai tonggak awal upaya standarisasi teks maupun bacaan Al-Qur`an. Alas an utama yang menjadi dasar dibalik kodofikasi tersebut adalah perbedaan tradisi teks dan bacaan yang mengarah kepda perpecahan politik umat islam.

Entuk (imla)atau scriptio devectiva yang digunakan untuk menyalin Al-Qur`an ketika itu masih membuka peluang bagi seseorang untuk membaca taks kitab sucisecara beragam. Kekeliruan dalm pembacaan teks Al-Qur`an (tashhif)bisa diminimalisir atau bahkan dihindari apabila seseorang mempunyai tradisi hafalan Al-Qur`an yang kuat, ataupaling tidak memiliki tingkatkeakraban yang tinggi terhadap teka kitab suc. Kalu tidak demikian sangatlah memungkinkan baginya terjebak dalam kekeliruan dalam pembacaan.

Menurut mayoritas serjana agama islam, berbagai perbedaan bacaan, terutama dalam tradisi teks Utsmani, khususnya dalam kategori qira`at Mutawatir dan qira`at Mansyhur, merupakan ragam bacaan yang bersumber dari Nabi Muhammad saw, dank arena itu memiliki otoritas Ilahiyah. Setiap bacaan resmi dalam tradisi Utsmani, menurut mereka telah ditransmisikan melalui mata rantai periwayatan (isnad) yang diindepanden dan memilikiotoritatif dalam skala yang sangat luas sehingga kemumgkinan terjadinya keselahan atau kekeliruan bisa dikesampingkan. Karena itu rasmul Qur`an memiliki hubungan yang sangat erat dengan qira`at sebab akan berinflikasi dalam menginstimbatkannya hukum. Namun qira`at yang digunakan haruslah berdasarkan qira`at yang telah disepakati.


[1] Adnan Mahmud & Hamid Laonso, Ulumul Qur`an, (Jakarta : Restu Ilahi, 2005), hal. 30-31

[2] Syaikh Manna` Al-Qaththan, Pengantar Studi ILmu Al-Qur`an, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006), hal. 183

[3] Adnan Mahmud & Hamid Laonso, Log cit, hal. 32

[4] Syaikh Manna`Al-Qaththan, Op cit, hal. 183-184

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar