I. PENDAHULUAN
Agama…ya…agama-lah yang terkadang tidak dapat dilihat oleh setiap manusia, yang tidak mengerti apa itu agama, bagaimana bentuknya, siapa yang beragama, dan apa usnur-unsur agama itu sebenarnya. Mustahillah jika seseorang dapat menjalankan agama yang dianutnya dengan sebenar-benarnya, sementara ia tidak mengetahui apa sebenarnya itu agama dan lain-lainnya…
Nah,,,Dari itu agar kita dapat menjalankan agama dengan baik, penulis akan sedikit memaparkan Agama Serta Unsur-Unsur Dalam Beragama. Tujuan agar kita dapat memahaminya dan menjalankan dengan baik.
Mari kita simak secara seksama topik ini.
Salam Penulis
Charles Mangunsong
II. AGAMA DAN UNSUR-UNSUR DALAM BERAGAMA.
A. Pengertian Agama
Pengertian agama secara sosiologis sering berbeda dengan pengertiannya secara etimologis dan menurut ilmu agama, apalagi menurut yang kita pahami sehari-hari. Setidaknya ada beberapa pengertian agama menurut ahlinya masing-masing, diantaranya :
1. Kata agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu kata a yang berarti tidak, dan gam yang bererti pergi. Berarti agama adalah tidak pergi, tidak putus, tidak hilang, dengan maksud karena agama diajarakan secara turun temurun atau kerana agama pada umumnya mengajarkan kekekalan hidup, atau kematian bukanlah akhir dari kehidupan karena ada kehidupan lagi selanjutnya.
2. Dalam bahasa Inggris dan Prancis agama diterjemahkan dengan Religion, sedangkan Religion ini berasal dari bahasa latin yaitu Religare yang mempunyai beberapa arti, yaitu membaca, mengumpuljkan, mengikat. ( Bin Nabi 1969:134; Nasution 1979b, jld I:1-2).
3. Dalam bahasa arab agama disebut al-din.dengan panjang mad pada “diin”, yang mempunyai beberapa arti yaitu: a. Paksaan, kekuatan, dan tekanan, b. Ketaatan, kepatuhan atau peribadatan. c. Pembalasan atau perhitungan. d. Sistem atau cara. (Nasution 1979b, jld I:1-2, Wahbah et.al 1971:98)
Secara sosiologis, beragama atau tidak beragamanya manusia itu adalah sebagai gejalakehidupan manusia dan masyarakat yang sangat kompleks. Berbagai sikap dan penerimaan manusia dan masyarakat, baik yang positif ataupun yang negatif bisa saja timbul dari pengaruhkehidupan beragama.
B. Defenisi Dan Konsep Agama Menurut Sosiolog
Agama adalah sesuatu yang kompleks, berbagai macam ragam, mengandung berbagai aspek, yang ghaib dan yang nyata, material dan spritual, sosial, dan individual, dihayati dengan berbagai penekanan oleh individu dan kelompok masyarakat.
Auguste Comte ( 1798-1858 ), ia mengatakan agama sebagai jawaban dari cara berpikir manusia dan masyarakat yang cenderung mencari jawaban absolut dari berbagai masalah alam dan kehidupan.
Karl Marx ( 1818-1883 ), anak seorang pengacara yahudi yang dikenal sebagai ilmuan yang beraliran sosialis dan bahkan komunis, juga memandang agama bertentangan dengan kemajuan. Ia mengatakan agama sebagai institusi yang sengaja diciptakan oleh kelas borjuis ( pemuka agama ) untuk mengekploitasi kelas proletar. Untuk mendapatkan keuntungan material, atas nama tuhan, pahala, dosa, dan surga.
Karl Marx memahami sejarah, perubahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, lembaga social, seperti hokum, ekonomi, politik, adat, dan agama dengan kacamata historis materialism. Artinya semua aturan main, budaya dan moral yang dikembangkan dan digariskan oleh suatu institusi social tersebut berlatar belakang pemerasan kelas elit borjulis terhadap kaum proletar, yaitu rakyat yang mayoritas.
Sigmund Frued ( 1856-1939 ), ia mengatakan ada kalanya agama positif bagi seseorang dan banyak pula agama menyebabkan orang sakit jiwa. Dengan agam orang bisa mengalihkan kegagalan di dunia ini, seperti ingin kaya, ingin berkuasa, ingin mendapatkan keadilan dan sebagainya. Pengalihan itu adalah dengan kepercayaan asal yang diinginkan orang beragama sejalan dengan ajararan agama dan tidak dimurkai tuhan tetapi tidak didapatkannya di dunia ini, kelak di akhirat ia akan mendapatkannya dalam sorga.
Dilain pihak Sigmund Frued juga mengemukan pendapatnya bahwa agama juga penyebab orang sakit jiwa. Sebagaiman halnya hukum, adat dan aturan lainnya dalam kehidupan seseorang, hal ini karena semua dilarang agama, hokum, adat dan aturan lainnya melarangnya untuk melaksanakn dan mencapai sesuatu keinginan yang di bawah sadarnya.
C. Perbandingan Denga Pandangan Antropolog Tentang Agama
Walaupun antropolog dikenal dengan mengutamakn pendekatan fenomenologis dalam memahami objek yang mereka pelajari. Tetapi dalam pendekatan ini ada pula yang tidak dapat melepaskan mereka dari perspektif kemajuan barat yang telah mereka capai, sehingga agama dan masyarkat premitif mereka pandang bertentang dengan kemajuan. Adapula yang diantara mereka tidak turun ketenga-tengah masyarakat yang mereka teliti dan mencukupkan saja monograf-monograf para misionaris dan etnografer. Disamping itu adapula yang dapat memahami masyarakat dan agama yang mereka teliti sejalan dengan pandangan masyarkat pengemban agama yang bersangkutan. Berikut dikemukakan pandangan ahli antropologi terhadap agama :
1. Levy Bruhl ( 1857-1939 ), mengatakan bahwa agama dan magi sangat cocok bagi masyarakat primitive yang masih berpikir pralogis dan sangat kabur bagi masyarakat maju yang sudah berpikir logis ( Pritchard, 1984:106). Ini berarti agam adalah pandangan dan jalan hidup bagi masyarakat primitif.
2. Edward Burnett Tylor ( 1832-1917 ), ia mendefenisikan aga sebagai kepercayaan kepada wujud spiritual. Agama digambarkan sebagai kepercayaan kepada adanya ruh gaib yang berfikir , bertindak dan merasakan sama dengan manusia. Kepercayaan kepada yang gaib punya asal usul dari kepercayaan animisme masyarkat primitif. Pemikiran ini hamper sama dengan pandangan Comte yang memandang agama sebagai kecenderungan primitif atau keterbelakang. Pandangan yang sinis terhadap agama ini jelas pandangan yang sangat dipengaruhi oleh renaissans, semangat menyingkirkan peran agama, yang pada awalnya adalah menyingkirkan peran agama Katolik Roma dan kemudian dipukul rata kepada semua agama dari kehidupan nayat sehari-hari.
3. Radeliffe-Brown ( 1881-1955 ), hamper sama dengan Bruhl, ia mengemukakan defenisi ” agama adalah ekpresi dalam satu atau lain bentuk tentang kesadaran terhadap ketergantungan kepada sesuatu kekuatan di luar diri kita yang dapat dinamakn denga kekuatan spiritual”
Demikian juga James George Frazer ( 1854-1941 ), agama dipasangkannya dengan magi dan dikatakan sangat cocok untuk bangsa pirimif yang masih berfikir pralogis, sedangkan sains cocok bagi masyarakat modern yang sudah berpikir logis.
D. Agama Suatu Perspektif Islam.
Perlu kita perhatikan beberapa gagasan atau ide lain dalam memahami agama, terutama dari perspektif islam. Sebagai pandangan yang dicoba dari pemahaman terhadap sumber ajaran islam, yaitu Al-qur’an dan hadits, perspektif ini juga tidak boleh dipahami sebgai yang final atau absolute, ia hanya usaha untuk mengembangkan soisologi, terutama dalam memahami agama.
Dari kajiannya terhadap ayat-ayat al-qur’qan , Imaduddin Abdurrahinm mencoba mengemukakan apa yang disembah dan dijadikan agama oleh suatu masyarakat. Ia tertarik terhadap masalah ini karena dalam al-Qur’an tidak ditemukan istilah atheis (mulhid). Yang banyyak diungkap adalah manusia syirik, mempertuhankan selain daripada Allah, disamping atau tanpa Allah. Dari memperhatikan perilaku masyarakat, kita dapat pula mengemukakan pendapat atau teori lain tentang agama. Tuhan yang mereka sembah adaah tuhan sesuatu yang mereka idolakan secara fanatic dan mereka bersedia melakukan apa saja demi yang di agungkan itu tidak terusik atau kurang keagungannya (Abdurraim 2002:38-39)
Penganut agam primitif mengagungkan dewa dan berbagai gejala alam yang dahsyat, seperti dewa laut, dewa gunung merapi, dewa matahari dan sebagainya. Untuk mengagungkan dewa idola mereka ini, mereka rela memberikan apa saja yang meraka miliki dan mereka sayangi.
Defenisi sosiologis ini tentu saja berbeda dengan defenisi teologis. Menurut ajaran agama ( secara teologis ), agama adalah ajaran Tuhan untuk pendoman hidup bagi manusia dalam usaha mencapai bahagia dunia dan akhirat. Kalau dalam islam defenisi ini ditambah dengan yang diwahyukan kepada nabi dan Rasul-Nya. Seorang sosiolog muslim tidak merasakan kontradiksi tentang hal ini, karena yang didefenisikan sebagai sosiolog muslim bukan agam, tetapi apa yang diagamakan oleh masyarakat dewasa ini, yang didefenisikan adalah beragama, bukan agama, religousity, bukan religion.
Dengan demikian terlihat pula bahwa pandangan islam dalam mendefenisikan agama tidak bararti mendefenisikan agama dengan ajarannya yang bersifat normatif, yaitu agama yang benar disisi Allah adalah Islam, tetapi juga menjelaskan bagaimana adanya. Menjelaskan bagaimana beragamnya manusia dalam beragama dan apa-apa yang mereka agamakan.
Dari berbagai pendapat tentang defenisi, konsep dan pengertian agama di atas terlihat bahwa perbedaan pendapat para ahli disebabkan berbedanya perspektif, sudut pandang mereka dalam memahami fenomena sosio-religius.
E. Aspek-Aspek Kehidupan Beragama
Adapun aspek-aspek kehidupan beragama tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan kepada adanya kekuatan gaib, yang supernatural, yang melampaui hal-hal yang ril, nyata, fisikal, atau konkrit. Kekuatan itu diyakini mempengaruhi kehidupan manusia, seperti Tuhan, spirit, ruh, kekuatan magis, wahyu-Nya, akhirat, dan lain-lain. Sebagai kepercayaan kepada yang gaib ini tentu lebih jauh dan lebih dalam ide rasional.
2. Kepercayaan mengandung ajaran tentang hal-hal yang sakral, suci, kudus, seperti ajaran atau kepercayaan kepada kitab suci, tanah suci, bulan suci, plang salib, sungai suci, dal lainnya yang menyucikan.
3. Agama mengandung unsur ajaran tentang ritual, ibadah, upacara keagamaan tertentu yang harus dilakukan oleh penganutnya, seperti menyembah tuhan, berdo’a, berkurban, tawaf, dan lain sebagainya. Adanya ibadah atau ritual ini adalah kelanjutan dari kepercayaan kepada yang sakral.
F. Ciri Fenomena Sosio-Relegius
Ciri Fenomena Sosio-Relegius adalah objek yang dikaji oleh sosiologi agama, fenomena tersebut mencakup pemahaman terhadap ajaran, prilaku, penghayatan ruhaniah, dan pengelompokkan penganut agama karena itu tidak dapat dikatakan bahwa fenomena religious hanyalah fenomena social, tidak fenomena individual, hanya fenomena yang berhubungan dengan yang gaib, tidak yang empiric dan rasional. Karena fenomena religious juga fenomena social, dia tidak hanya bentuk ideal seperti sebagai pemersatu , tetapi secara faktual juga sering ditemukan bertentangan dengan yang seharusnya. Seperti sekte atau mazhab baru dalam beragama sering dijadikan alas an untuk memisahkan diri dari kelompok penganut agama resmi.
Walaupun demikian ada cirri khas kehidupan beragama yang sama, yaitu :
1. Dianut secara fanatic, diyakini mutlak benar.
2. Dilakukan secara kolektif, berjamaah.
3. Dihayati secara ruhaniah transcendental.
III. Kesimpulan
Agama adalah sesuatu yang kompleks, berbagai macam ragam dan macam pendapat serta pandangan oleh setiap orang yang merasa tersentuh dengan agama, agama yang mengandung berbagai aspek dapat diartikan atau didefenisikan secara ekplisit dan adapula yang mendefenisikan secara emplisit. , agama itu juga dapat diartikan sesuatu yang ghaib dan yang nyata, material dan spritual, sosial, dan individual, dihayati dengan berbagai penekanan oleh individu dan kelompok masyarakat.
Dalam mendefenisikan agama ini, tetap berbeda menurut pemikiran masing-masing manusia, sampai sekarang ini juga masih ada yang mencoba mendefeniskan agama sesuai dengan keadaan mayarakat dewasa ini.
IV. Penutup.
Demikianlah makalah yang saya disajikan yang bertopikkan “AGAMA DAN UNSUR-UNSUR DALAM BERAGAMA”, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita dalam menpelajarinya. Tentunya tidak terlepas dari kesalahan dalam hal penulisan atau penyampaian makna, dari itu penulis mengharapkan sekali kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah kami dihari-hari mendatang.
Akhirnya kami yang bertugas mohon maaaf dan ucapan terimak kasih atas perhatiannya dan kerjasama yang baik. Wassalam
DAFTAR PUSTAKA
Agus Bustanuddin, sosiologi Agama,….
Google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar